Selasa 29 Apr 2014 20:41 WIB

Bantu Ungkap Perkara, Pelatih Golf Rudi Diberi Keringanan

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Muhammad Hafil
Deviardi keluar usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Deviardi keluar usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pelatih Golf mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, Deviardi, dinilai membantu mengungkap perkara dugaan korupsi di lingkungan SKK Migas. Karena itu jaksa dan majelis hakim memberikan keringanan dalam menjatuhkan putusan.

Majelis hakim menimbang pada tuntutan jaksa. Menurut Ketua majelis hakim Matheus Samiadji, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat terobosan. "Mencoba menerobos ketentuan ancaman pidana dan minimal ancaman denda dari pasal tindak pidana yang dinilai terbukti dilakukan terdakwa," kata Matheus, sebelum membacakan amar putusan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (29/4).

Jaksa menilai Deviardi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Juncto (Jo) Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Matheus mengatakan minimal ancaman pidana pada Pasal 12 huruf a adalah penjara 4 tahun dan denda minimal Rp 200 juta. Sedangkan pada Pasal 11 ancaman minimal satu tahun dan denda paling rendah Rp 50 juta.

"Dari dua tindak pidana korupsi, pidana yang harus dijatuhkan minimal berupa pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda minimal Rp 250 juta," kata dia.

Matheus mengatakan, jaksa juga menilai Deviardi bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang. Deviardi dijerat Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun pada tuntutan, jaksa hanya menuntut Deviardi dipidana lima tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Karena itu, majelis hakim menilai jaksa hanya menuntut pidana penjara dan denda terkait tindak pidana korupsi. Tetapi tidak pada tuntutan pencucian uang.

Majelis hakim, menurut Matheus, mencoba memahami sikap jaksa KPK dalam menuntut Deviardi. Ia mengatakan, majelis menangkap adanya upaya memberikan apresiasi kepada Deviardi. "Bisa jadi karena terdakwa dianggap sudah berjasa membantu pengungkapan perkara ini dengan keterusterangannya," kata dia.

Dengan adanya penilaian itu atau bahkan Deviardi dianggap sebagai justice collaborator, menurut Matheus, KPK seharusnya sudah menentukan sikap sejak awal. "Dengan mendakwa pasal apa yang didakwakan kepada terdakwa agar kepadanya dapat dijatuhi pidana yang seringan-ringannya," kata dia.

Namun, menurut Matehus, penentuan justice collaborator itu sepenuhnya merupakan kewenangan KPK. Majelis hakim, menurut Matheus, juga mempunyai penilaian tersendiri terhadap Deviardi. Ia mengatakan, terdakwa telah membantu pengungkapan perkara karena berterus terang. Sehingga, ia mengatakan, pengadilan telah memeroleh fakta-fakta yang cukup maksimal terkait perkara ini. "Sehingga adalah wajar kepada dirinya diberikan penghargaan seperlunya. Maka dari aspek kemanfaatan dan keadilan dapat terakomodir," ujar Matheus.

Melihat aspek kemanfaatan dan keadilan itu dan terutama terkait kasus korupsi, Matheus menilai, Deviardi menjadi contoh hal yang eksepsional. "Majelis hakim tidak keberatan dengan maksud penuntut umum KPK dalam surat tuntutannya tersebut," kata dia.

Majelis hakim memang tetap menyatakan Deviardi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama dan berkelanjutan. Namun putusan hakim lebih ringan daripada jaksa. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 4 tahun enam bulan dan denda Rp 50 juta subsidair satu bulan kurungan.

Deviardi menerima putusan majelis hakim. Selepas persidangan, ia kembaali memberikan penegasan untuk menerima hukuman. "Saya menerima saja. Saya mohon doanya, mudah-mudahan bisa memperbaiki diri. Saya mohon maaf semuanya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement