REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (28/4) menggelar koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara se-Sumatra Selatan yang berlangsung di Graha Bina Praja kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel).
Dalam kegiatan tersebut, Dian Patria, Ketua Tim Kajian SDA (Sumberdaya Alam) Litbang (penelitian dan pengembangan) KPK, memaparkan, sejumlah permasalahan yang menyangkut izin usaha pertambangan (IUP) dari perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Sumsel.
Dian menjelaskan adanya potensi kerugian negara akibat kesalahan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara di Sumsel. Seperti masalah tumpang tindih lahan kawasan hutan konservasi dan hutan lindung seluas 1.800 hektar yang menjadi areal penambangan.
Padahal kawasan hutan konservasi dan hutan lindung tersebut dilarang untuk pertambangan. Dalam rapat koordinasi dan supervisi tersebut juga terungkap ketidaksinkronan data IUP yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas pemberian izin.
Berdasarkan data yang dimiliki KPK, pemerintah daerah kabupaten dan kota di Sumsel telah menerbitkan 359 IUP. Sementara data dari Sumsel dilaporkan 281 IUP yang diterbitkan.
Tim KPK juga mengungkapkan data tentang perusahaan tambang pemegang IUP yang belum memliki NPWP (nomor pokok wajib pajak). Tercatat dari data yang dipaparkan KPK ada 31 perusahaan tambang di Sumsel pemegan IUP yang belum memiliki NPWP.
Menurut Dian Patria kepada wartawan, “Untuk IUP yang ada pada hutan konservasi akan segera dicabut dan yang berwenang adalah kepala daerahnya yang telah memberikan izin untuk mencabutnya. Jika ternyata ada bukti pembiaran dan itu terindikasi korupsi maka KPK yang akan menangani,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel Robert Heri mengatakan, perbedaan data antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu lebih disebabkan karena proses rekon yang dilakukan.
"Saya akan cek dulu karena semua datanya ada di kabupaten kota seperti Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Banyuasin, dan Musi Kabupaten Banyuasin,” kata Reobert Heri yang juga komisaris PTBA Tbk.