REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pihak asing dinilai sulit mengintervensi pilpres yang akan berlangsung di Indonesia. Kebiasaan yang ada di dunia internasional sangat mengecam adanya intervensi asing dalam proses demokrasi sebuah negara.
Diplomat Indonesia, Makarim Wibisono, menjelaskan kalaupun ikut campur, maka pasti dilakukan diam – diam. Bentuknya adalah pemberian bantuan finansial. Namun akan berhadapan dengan aparatur negara yang cukup ketat menelusuri bantuan dari luar negeri.
Lagi pula, saat ini sudah ada peraturan yang memperketat donasi asing masuk ke Indonesia, khususnya berkaitan dengan pemilu. Ada kewajiban melaporkan dana kampanye. “Ini sudah menyulitkan,” jelas Mantan Dubes RI untuk PBB ini, saat dihubungi, Selasa (15/4).
Dia menyatakan pertemuan duta besar dengan capres adalah biasa. Mereka biasanya akan langsung meminta nomor telpon yang bisa dihubungi. Tujuannya untuk menjalin keakraban dan membangun hubungan. Dubes ingin mendapatkan informasi langsung dari tangan pertama.
Pada saat pertemuan, dubes akan memberikan gambaran terkait keadaan perkembangan terakhir negaranya. Terkait dengan Jokowi, biasanya duta besar ingin mengetahui bagaimana kemungkinan pemerintahan yang muncul setelah pilpres. Bukan hanya menyangkut orangnya, visi, misi, dan strategi pembangunan dan hubungan luar negeri akan dicermati. “Semua akan diungkap,” jelasnya.
Diplomat intens mengikuti pemberitaan. Setiap informasi yang berkembang akan dihimpun. Semua dilakukan sebagai pengumpulan bahan dan keterangan.
Dubes akan melakukan pertemuan dengan beberapa calon pemimpin yang dianggap berpotensi menang dalam pemilu. Pertemuan akan digelar melalui jamuan makan malam. Kalau tidak sempat, maka akan dilakukan kunjungan resmi untuk menemui si calon pemimpin. “Ini biasa seperti itu,” jelasnya.
Makarim menyatakan capres yang ditemui duta besar belum tentu akan menang. “Biasanya yang berpotensi,” jelasnya.