Senin 14 Apr 2014 17:33 WIB

Konsultan Politik Jokowi Dapat Sorotan

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Mansyur Faqih
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menunjukkan surat suara saat mencoblos di TPS 27 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/4). (Republika/Prayogi)
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menunjukkan surat suara saat mencoblos di TPS 27 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/4). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan (PDIP) memilih Fastcom sebagai konsultan politik yang mencetuskan tagline 'Indonesia Hebat' dalam kampanye. Pemilihan itu mendapat sorotan lantaran konsultan politik itu dulu disewa Fauzi Bowo (Foke) dalam pilgub DKI Jakarta 2014.

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago mengingatkan, pemilihan konsultan sangat penting lantaran ikut menentukan kemenangan seorang kandidat. Karena mereka yang akan memproduksi segala strategi serangan udara dan nasihat pemenangan.

Dia heran, mengapa PDIP memilih konsultan politik yang merupakan mantan lawan politik pada pilgub DKI. "Konsultan yang dipakai mengapa yang dulu menjadi musuh dalam pilgub DKI. Ini aneh," kata Andrinof.

Dia mengatakan, rekam jejak konsultan mesti diperhatikan. Jangan karena merasa ada kedekatan, langsung dipilih tanpa pertimbangan cermat. Itu lantaran konsultan politik juga menentukan kemenangan PDIP di pilpres 2014. "Konsultan juga menentukan. Tergantung kualitas dan kredibilitas konsultannya," ujarnya.

Pengamat politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan, agar tim pemenangan berada di bawah kendali Jokowi, bukan partai. Tentu saja kewenangan itu juga termasuk mengendalikan konsultan politik yang akan membantu pemenangannya di pilpres. 

Jokowi, saran dia, harus berani melakukan evaluasi demi menjaga peluang menang. "Mestinya itu (konsultan politik)  penting dan harus menjadi pertimbangan Jokowi."

Airlangga menambahkan, konsultan adalah mitra yang menentukan strategi pemenangan. Karena itu, wajib dipilih secara tepat oleh Jokowi. 

Di Amerika Serikat, seperti yang dilakukan oleh Clinton dan Obama, konsultan politiknya dipertimbangkan bukan semata soal hitung-hitungan profesional. Tapi juga loyalitas komitmen serta persamaan ideologis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement