REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan menilai, pernyataan Akbar Tandjung kurang elok. Apalagi, keterangan kesiapannya menjadi cawapres dilakukan di tengah upaya pencapresan Aburizal Bakrie (Ical).
"Hal itu kurang elok untuk dilakukan atau diucapkan pada saat partai sedang bersiap memenangkan Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum Golkar menjadi capres," kata Luhut di Jakarta, Senin (14/4).
Luhut mengingatkan, Golkar bukan satu-satunya partai yang gagal meraih target perolehan suara maksimal dalam pileg 2014. Partai lain yang juga diprediksi memimpin koalisi pun merasakan hal serupa.
Karenanya, kata dia, tak pantas jika hal itu direspon dengan hal yang memicu menimbulkan dualisme kepimpinan dalam berorganisasi.
"Pada 2009 Golkar meraih 14,45 persen suara, sedangkan pada tahun ini menurut hitungan cepat Golkar memperoleh 15 persen suara. Memang hasilnya di bawah target 23-25 persen, tapi seluruh politikus pasti paham target tinggi itu dibuat untuk memacu kinerja kader," kata dia.
Menurutnya, partai sebaiknya berkonsentrasi pada pemenangan pilpres dan kerja sama pasca-pilpres. Dari pada menuntut pertanggungjawaban yang dapat dimaknakan atau dibelokkan menjadi forum untuk mengganti kepemimpinan Golkar.
Luhut pun mengingatkan seluruh pihak bahwa pernyataan itu dilontarkan Akbar tidak dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Golkar.
"Memang Pak Akbar orangnya dinamis, suka memberikan statement yang terlalu maju atau yang menurut saya tidak perlu. Tapi statement cawapres itu bukan dalam konteks beliau sebagai dewan pertimbangan," ujar Luhut.
Namun, Luhut melihat belum perlu adanya sanksi untuk Akbar. "Sanksi belum perlu, karena kita melihatnya pak Akbar sebagai senior saja. Dan saya pikir pak Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar sangat akomodatif perihal ini," kata dia.