REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Agung Suprio, berpendapat Partai Gerindra sangat cocok atau pas berkoalisi dengan PDI Perjuangan karena keduanya mempunya basis ideologi yang sama. Namun, syaratnya adalah satu pihak harus mengalah untuk mencalonkan calon wakil presiden (cawapres).
"Saat ini kedua pihak hanya memandang politik dari cermin satu sisi," kata Agung, dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, Gerindra melihat Prabowo sebagai 'rising star' di mana suaranya terus meningkat. Padahal, Gerindra masih sangat butuh untuk berkoalisi dengan partai lain.
Sementara PDIP, menurut Agung, melihat Jokowi masih lebih unggul. Padahal, elektabilitas Jokowi terus merosot tajam.
"Jika mereka melihat dari cermin di dua sisinya, pasti akan terjadi titik temu ideal. Titik temu itu, Prabowo yang terus naik elektabilitasnya dapat menjadi calon presiden (capres). Sementara, Jokowi yang terus merosot menjadi cawapresnya," tuturnya.
Menurut Agung, fenomena ini sebenarnya ulangan pilpres tahun 2004 di mana SBY dan partainya tadinya punya suara kecil, beda jauh dengan Megawati Soekarnoputri dan PDIP (calon incumbent).
Namun elektabilitas SBY terus menanjak, sementara Megawati menurun. "Posisi SBY bisa disamakan dengan Prabowo pada saat ini. Inilah Projo yang sebenarnya, Prabowo-Jokowi. Kalau duet Projo ini yang tercipta, maka pilpres akan mereka libas dalam satu putaran," ucap Agung.