Jumat 04 Apr 2014 12:51 WIB

Perambahan Ilegal Riau Telah Terjadi Sejak Lama

  Kepulan asap dari hutan terbakar terlihat di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat (28/2).    (Antara/Satgas Bencana Asap Riau)
Kepulan asap dari hutan terbakar terlihat di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat (28/2). (Antara/Satgas Bencana Asap Riau)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Perambahan ilegal dan kebakaran hutan di kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau, telah terjadi sejak berpuluh tahun sebelum ditetapkan sebagai wahana mengimplementasikan tujuan Konvensi Keanekaragaman Hayati atau CBD (Convention on Biological Diversity), sebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

LIPI menuliskan hal tersebut untuk menanggapi maraknya pemberitaan atas perambahan ilegal dan kebakaran di kawasan telarang itu akhir-akhir ini.

Kegiatan ilegal (perambahan dan ilegal logging) di kawasan ini sebenarnya telah terjadi sejak sebelum kawasan ini ditetapkan menjadi kawasan cagar biosfer. Melalui berbagai upaya kegiatan ilegal di beberapa kawasan dapat dikurangi, namun di beberapa kawasan justru mulai semarak seperti yang diberitakan akhir-akhir ini," kata Profesor Purwanto selaku Direktur Program MAB (Man and the Biosphere) LIPI, Jumat (4/4).

Menurut dia, cagar biosfer adalah korban dari kegiatan ilegal tersebut yang harus segera diantisipasi.

"Bila kita bicara cagar biosfer maka kita akan bicara cagar biosfer secara keseluruhan yaitu area inti, zona penyangga dan area transisi. Kegiatan ilegal yang dilakukan oleh oknum masyarakat adalah di kawasan zona penyangga dan sebagian area inti," katanya.

LIPI menuliskan, beberapa penyebab mengapa kawasan ini masih marak terjadi kegiatan ilegal salah satunya adalah sangat kurang penjagaannya, sehingga oknum masyarakat sangat leluasa melakukan kegiatan ilegal

Kemudian, tulis LIPI, adanya kawasan yang "open access" yaitu kawasan yang belum ditetapkan siapa pengelolanya, sehingga kawasan ini menjadi ajang bancakan illegal logger dan perambah.

Pemerintah yang masih belum menentukan pengelola kawasan "open access" yang ditinggalkan perusahaan sebelumnya dan sampai saat ini pemerintah juga belum memberikan rekomendasi terhadap permohonan pengelolaan kawasan tersebut, sehingga kawasan ini merupakan kawasan terbuka dan belum ada pengelolanya.

Pengajuan pengelolaan untuk kegiatan restorasi ekosistem oleh suatu perusahaan sudah hampir 3 tahun belum mendapatkan rekomendasi persetujuannya, lagi kata dia.

Sehingga, kata dia, kawasan ini menjadi ajang kegiatan ilegal yaitu menjadi pintu masuk perambahan di area inti kawasan cagar biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu (GSK-BB).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement