REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA-- Koalisi Pemilih Kritis (KPK) Yogyakarta mengaku menemukan data riwayat hidup calon anggota legislatif belum tervalidasi yang telah diunggah di website resmi Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa.
Hal itu mengemuka dalam paparan yang disampaikan Koalisi Pemilih Kritis (KPK) Yogyakarta yang terdiri atas, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, IRE, Walhi Yogyakarta, LBH Yogyakarta, Narasita di Kantor LBH Yogyakarta, Selasa.
"Data riwayat hidup caleg pada faktanya masih banyak yang tidak tervalidasi, antara lain belum ditandatangani Ketua dan Sekretaris partai, atau oleh caleg itu sendiri," kata perwakilan KPK dari IRE Yogyakarta, Sunaryo Hadi Wibowo.
Menurut dia sesuai analisis validasi yang telah dilakukan KPK sejak Februari 2014, hanya dua partai yang datanya telah tervalidasi secara lengkap yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Temuan tersebut berdasar pada data DCT yang diunggah di website KPU.
"Caleg dari 10 partai lainnya rata- rata , data isian riwayat hidup tidak tervalidasi mencapai di atas 55 persen," katanya.
Persoalan data caleg yang belum tervalidasi, kata dia, menjadi persoalan parpol sekaligus KPU sebagai penyelenggara pemilu. Hal itu juga dapat menjadi tolok ukur keseriusan caleg yang mencalonkan diri.
"Bukan hanya menyangkut keabsahan atau tidaknya data caleg, ketidakvalidan serta ketidaklengkapan data caleg dapat menjadi pertimbangan masyarakat untuk mengukur keseriusan caleg untuk maju dalam pemilu," katanya.
Selanjutnya, persoalan itu juga patut menjadi pemicu untuk mengkritisi kinerja penyelenggara pemilu DIY dalam melakukan verifikasi data yang masuk dari parpol. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY, Hamdan Kurniawan secara terpisah menjamin data caleg yang telah masuk daftar calon tetap (DCT) secara keseluruhan telah tervalidasi.
"Itu kan juga melalui beberapa perbaikan daftar calon sementara (DCS) sebelum benar-benar ditetapkan menjadi DCT. Saya yakin itu sudah beres meskipun penetapan DCT itu pada periode KPU DIY sebelumnya ," katanya.
Selain itu, ia menjelaskan, caleg dalam konteks tersebut, juga memiliki hak untuk bersedia atau bahkan menolak dipublikasikan data riwayat hidupnya di website KPU. "Bagi yang menolak dipublikasi konsekuensinya tidak banyak dikenal publik. Itu saja," kata Hamdan.