Jumat 28 Mar 2014 21:14 WIB

Irgan: Akses Modal Solusi Kemiskinan

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Muhammad Fakhruddin
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Masyarakat miskin di Indonesia membutuhkan akses modal. Hal itu nantinya akan dimanfaatkan untuk memaksimalkan pendapatan. Mereka nantinya akan memperoleh peningkatan penghasilan sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup.

"Kuncinya ada pada pemberian akses," jelas Ketua DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz, dalam siaran persnya, Jumat (28/3). Akses ini menurutnya belum banyak dimaksimalkan. Sebabnya, pemerintah kurang membuka akses modal bagi mereka. Selain itu, masyarakat miskin belum mampu mengelola modal yang didapat.

Seharusnya, pemerintah memberikan pelatihan kepada masyarakat miskin terkait kewirausahaan. Pelatihan bisa berupa membuat makanan atau kerajinan tangan. Hal ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat miskin.

Dia menyatakan negara jangan sampai abai terhadap mereka. Masyarakat miskin akan selalu ada. Mereka harus tetap bertahan dalam keadaan apapun. Negara harus mampu memfasilitasi mereka. Salah satu caranya adalah dengan membuka akses modal. Bisa juga dengan memberikan subsidi.

Irgan menyatakan, seorang warga tergolong miskin bila ia tidak mampu memenuhi keperluan makan 2.200 kalori per orang setiap hari. "Sekitar 60% pengeluaran warga miskin untuk konsumsi makanan," imbuhnya.

Dia menyatakan saat ini, berdasarkan data yang dimiliki, tidak kurang dari 17,92 juta orang miskin tinggal di pedesaan. Irgan menyatakan masyarakat miskin tersebar di pedesaan. Mereka berkecimpung dalam sektor pertanian dan informal.

Di pedesaan maupun di perkotaan, kemiskinan merupakan persoalan besar di Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%per tahun, rata-rata masih terdapat 12 warga miskin di setiap 100 penduduk Indonesia. Angka itu lebih rendah dibanding perkiraan para ekonom yang meyakini jumlah penduduk miskin di Indonesia sebenarnya jauh lebih besar dibanding versi pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement