Rabu 26 Mar 2014 17:36 WIB

Jilbab Polwan Butuh Inisiatif Presiden (1)

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Damanhuri Zuhri
Anggota Polisi Wanita saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). ( Republika/Yasin Habibi)
Anggota Polisi Wanita saat mengikuti peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). ( Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah/Erik Purnama Putra

JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil inisiatif menghilangkan segala diskriminasi penggunaan jilbab di seluruh Indonesia.

Menurut Komnas HAM, peraturan presiden itu penting sebagai bentuk penegasan dibolehkannya penggunaan jilbab di seluruh instansi, baik negeri maupun swasta, serta lembaga pendidikan.

Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menyatakan, tingkat pelarangan jilbab di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Padahal, Indonesia telah meratifikasi hak-hak sipil dan politik sesuai Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam Pasal 22 UU Nomor 39/1999 tentang HAM juga menyebutkan, Indonesia menjunjung tinggi kebebasan beribadah dan beragama. Apalagi, Indonesia adalah negara yang mayoritas Muslim.

“Kami melihat ada pihak yang tidak menjalankan undang-undang. Termasuk, ada aturan yang tidak harmonis antara UUD 1945 dan undang-undang di berbagai instansi, seperti kepolisian dan lembaga pendidikan terkait larangan penggunaan jilbab,” ujar Maneger kepada Republika, Selasa (25/3).

Dia mengimbau Presiden SBY agar dapat menyelesaikan polemik pelarangan jilbab di instansi dan lembaga pendidikan ini sebelum masa jabatannya berakhir.

“Kalau Presiden berani mengeluarkan aturan ini maka akan menjadi sejarah emas SBY menyelesaikan tragedi kemanusiaan yang masih terjadi di Indonesia,” katanya.

Untuk mempercepat perpres penghilangan diskriminasi jilbab, Komnas HAM akan mengirimkan surat ke Presiden. Alasannya, pembatasan pemakaian jilbab di beberapa instansi dinilai sudah menyentuh pada pelanggaran HAM.

Salah satu contoh pembatasan pemakaian jilbab, kata Maneger, terjadi di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang.

Kronologis kasus diskriminasi penggunaan jilbab di Akpol terungkap setelah Komnas HAM menerima pengaduan dari seorang tenaga pendidik di Akpol Semarang.

Tenaga pendidik yang berpangkat Kompol itu harus melepas jilbab yang telah ia gunakan setelah keluarnya aturan penundaan penggunaan jilbab oleh mantan wakapolri Komjen Oegroseno.

Atas perintah dari Kepala Koordinator Tenaga Pendidik (Kakorgadik), pendidik ini tidak lagi mengajar pada Januari 2014.

Dalam laporannya ke Komnas HAM, perwira menengah polisi inipun mengungkapkan ada sikap tidak pantas yang ia terima karena harus dipermalukan saat apel di lapangan lantaran menggunakan jilbab.

Kompol ini kemudian melaporkan tindakan yang dialaminya itu ke Komnas HAM. “Atas laporan tersebut, kita sudah bersurat ke Gubernur Akpol dan kita langsung adakan pertemuan, Selasa (25/3) ini,” ujar Maneger.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement