REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana lingkungan Hidup (Walhi) merekomendasikan Pemerintah menggelar pengadilan lingkungan bagi pihak yang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Proses hukum yang diupayakan selama ini dinilai lamban, bahkan cenderung ada pembiaran.
Kepala Departemen Jaringan dan Pengembangan Sumber Daya Walhi, Khalisah Khalid mengatakan, pihaknya menagih komitmen Presiden SBY untuk menindak tegas oknum dan perusahaan yang terlibat pembakaran hutan di Riau. Selama 17 tahun terakhir, Pemerintah dinilai membiarkan perusahaan membuka lahan dengan cara tersebut.
"Perlu dibentuk pengadilan lingkungan untuk memberantas pelaku pembakaran hutan. Mereka disebut melakukan kejahatan masif dan termasuk dalam kategori ekstraordinary crime, harus ada penanganan hukum khusus," kata Khalisah saat dikonfirmasi wartawan kemarin.
Menurut dia, Pemerintah belum serius mengupayakan penegakan hukum pagi pelaku pembakaran hutan. Padahal, pihaknya telah mengantungi sejumlah nama perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Seharusnya, bisa segera melangsungkan penyelidikan dan penyidikan.
Penanganan kebakaran hutan sejauh ini dianggap sporadis dan reaktif. Artinya, setiap kali ada api, lalu dibom dengan hujan buatan. Padahal cara seperti itu justru memakan biaya yang mahal, kemudian tahun depan, akan terjadi hal serupa.
"Penanganan model tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Kalau terus dilakukan, berarti negara sudah turut serta melakukan kejahatan lingkungan karena telah melakukan pembiaran," ujar dia.
Dia menambahkan, akibat dari pembakaran hutan yakni adanya kerugian materi dan tentunya mempengaruhi kualitas hidup generasi muda bangsa. Selain upaya preventif, mereka juga harus mengkaji ulang izin-izin yang diberikan.
"Negara mempunyai otoritas untuk melakukan review izin terhadap perusahaan-perusahaan yang ditengarai membakar lahan. Bisa juga mencabut izinnya," kata dia.