Ahad 23 Mar 2014 23:59 WIB

PPATK Minta Pemerintah Koordinasi dengan Singapura, Kenapa?

Rep: Friska Yolandha/ Red: Mansyur Faqih
Dolar Singapura (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Dolar Singapura (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta pemerintah untuk berkoordinasi dengan otoritas moneter Singapura terkait peredaran uang 10 ribu dolar Singapura. Karena pecahan nilai itu banyak dimanfaatkan oleh oknum untuk tindakan korupsi.

Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan, otoritas moneter di Indonesia perlu mempertanyakan kepada Singapura mengapa uang dengan pecahan besar itu beredar. "Kita ingin pertanyakan ke Singapura mengapa mencetak uang pecahan besar. Ini berisiko bagi negara tetangga karena ada oknum yang menggunakannya untuk korupsi," ujar Agus kepada Republika, Ahad (23/3).

Pecahan 10 ribu dolar Singapura sering ditemukan pada saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan. Misalnya seperti kasus SKK Migas Rudi Rubiandini dan korupsi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Koordinasi dilakukan agar kebijakan di negara tetangga tidak memberikan risiko kepada negara lain. Misalnya seperti kebijakan second home policy di Malaysia yang memberikan izin tinggal. Hal ini dimanfaatkan oknum seperti Neneng Sri Wahyuni dan tersangka kasus suap Nunun Nurbaeti untuk bersembunyi.

PPATK juga meminta Bank Indonesia (BI) untuk memperketat peraturan terkait money changer. Perusahaan seperti money changer merupakan pasar gelap bagi uang palsu, narkoba, dan korupsi. "Beberapa kali perusahaan money changer ditangkap karena bekerja sama dengan pengedar narkoba," kata Agus.

Pengawasan lembaga keuangan perlu diperketat supaya tidak dimanfaatkan untuk tindakan yang merugikan negara seperti korupsi. Otoritas juga perlu membuat aturan yang menyulitkan ruang gerak bagi koruptor untuk melakukan transaksi mencurigakan.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerbitkan surat edaran yang melarang pencairan uang 10 ribu dolar Singapura di Indonesia. Tujuannya, membatasi transaksi tunai dengan menggunakan uang asing untuk mengurangi tindakan korupsi dan politik uang.

Tanpa surat edaran, akan sulit melarang praktik yang berindikasi tindak kejahatan korupsi. "Karena transaksi perbankan tidak bisa dibatasi," kata Yusuf dilansir laman setkab.go.id.

Terkait rencana ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengaku belum menerima permintaan tersebut. Meski pun sebagai lembaga independen pengawas lembaga keuangan, OJK akan melakukan koordinasi sebaik mungkin untuk mencegah adanya praktik mencurigakan di industri perbankan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement