Kamis 20 Mar 2014 14:13 WIB

Kepres Perubahan Istilah Cina Sudah Diteken SBY

 Warga keturunan Tionghoa mengikuti pawai Cap Go Meh di jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Jumat (14/2).  (Republika/Yasin Habibi)
Warga keturunan Tionghoa mengikuti pawai Cap Go Meh di jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Jumat (14/2). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Keputusan Presiden No. 12/2014 tentang pergantian istilah China menjadi Tionghoa atau Tiongkok. Dengan keppres No. 12/2014 yang ditandatangani pada 14 Maret 2014, Presiden SBY mencabut dan menyatakan tidak berlaku Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, demikian dikutip dari laman Sekretariat Negara, Kamis.

Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 pada pokoknya menggunakan istilah Tjina sebagai pengganti istilah Tionghoa/Tiongkok. Istilah China tersebut, dinilai telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam hubungan sosial warga bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa, untuk itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera itu.

Presiden SBY menilai, pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu, pada dasarnya melanggar nilai, prinsip perlindungan hak asasi manusia. "Karena itu, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis," bunyi menimbang poin b Keppres tersebut.

Presiden juga menjelaskan, sehubungan dengan pulihnya hubungan baik dan semakin eratnya hubungan bilateral dengan Tiongkok, maka dipandang perlu sebutan yang tepat bagi negara "People's Republic of China dengan sebutan negara Republik Rakyat Tiongkok.

Dalam diktum menimbang Keppres itu disebutkan, bahwa ketika UUD 1945 ditetapkan, para perumus UUD tidak menggunakan sebutan China melainkan menggunakan frasa peranakan Tionghoa bagi orang-orang bangsa lain yang dapat menjadi warga negara apabila kedudukan dan tempat tinggalnya di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia.

Selanjutnya, dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 itu, maka dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dari atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang dan/atau komunitas Tionghoa, dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok.

"Keputusan Presiden ini berlaku mulai tanggal ditetapkan," bunyi Keputusan Presiden yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Maret 2014 itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement