REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung menetapkan pegawai Komisi Yudisial berinisial AJK sebagai tersangka dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang pembayaran Uang Layanan Persidangan (ULP) dan Uang Layanan Penanganan/Penyelesaian Laporan Masyarakat (ULS) sebesar Rp4 miliar.
"Penyidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan AJK sebagai tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi di Jakarta, Kamis.
Penetapan tersangka itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-22/F.2/Fd.1/03/2014, tanggal 11 Maret 2014.
Ia menambahkan tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 UU.No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU. No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"AJK merupakan staf pada Sub Bagian Verifikasi dan Pelaporan Akuntansi Bagian Keuangan Biro Umum Komisi Yudisial RI," katanya.
Kasus tersebut bermula dari tugas tersangka sebagai pembuat Daftar Rekapitulasi untuk pembayaran Uang Layanan Persidangan (ULP) dan Uang Layanan Penanganan/Penyelesaian Laporan Masyarakat (ULS) kepada pejabat/pegawai Komisi Yudisial.
Namun uang tersebut telah dimanipulasi atau "mark up"dengan cara menaikkan anggaran total pembayaran dari angka yang sebenarnya sehingga terjadi selisih lebih bayar sebesar Rp4.165.261.341.
Selisih uang itu, kata dia, kemudian disimpan dalam rekening pribadi tersangka, sehingga hal inilah yang dinilai sebagai tindak pidana korupsi yang dilakukan AJK.
Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) berencana memeriksa Ketua Tim Pemeriksaan Khusus Budi Susila dan Danang Wijayanti, Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial RI.