Selasa 11 Mar 2014 22:54 WIB

MUI Desak Pemerintah Ratifikasi Fatwa Soal Rokok

Rep: C57/ Red: A.Syalaby Ichsan
Rokok elektronik
Foto: AP
Rokok elektronik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Internasional untuk Pengendalian Tembakau.

Pasalnya, MUI telah menetapkan fatwa mengenai hal ihwal rokok dalam muktamar alim u'lama di Padang Panjang, pada 2009, dengan status hukum: "Khilaf baina Makruh wal Haram" atau "Hukum merokok adalah makruh dan haram karena perbedaan pendapat diantara para ulama".

Informasi ini disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Tengku Zulkarnain, saat dihubungi Republika pada Selasa petang (11/3).

"Dalam muktamar alim ulama itu, 87 persen menyatakan merokok itu haram, sedangkan 13 persen ulama lainnya mengatakan makruh. Jadi Hukum merokok sudah jelas, yakni makruh dan haram," tegas Tengku Zulkarnain.

Berdasarkan muktamar alim u'lama se-dunia tahun 2008 yang berlangsung di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, lanjut Tengku Zulkarnain, sudah diputuskan hukum merokok itu haram.

Jadi pemerintah harus segera meratifikasi FCTC, tutur Tengku Zulkarnain, untuk mengendalikan distribusi tembakau di Indonesia. Namun dengan catatan, pemerintah harus menyediakan pekerjaan pengganti bagi para petani dan buruh tembakau di Indonesia.

"Saran saya, pemerintah memfasilitasi para petani dan buruh tembakau untuk segera beralih menanam buah-buahan yang selama ini diimpor dari luar negeri," tegas Tengku Zulkarnain.

Saat ini, lanjut Tengku Zulkarnain, 90 persen buah-buahan di Indonesia merupakan impor dari negara lain. Situasi ini menjadi peluang besar bagi para petani tembakau untuk beralih menanam buah-buahan impor di Indonesia.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), lanjut Tengku Zulkarnain, selalu terlambat dalam merespons berbagai permasalahan di negeri ini.

Mulai masalah Jilbab Polisi Republik Indonesia (POLRI), lalu Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH) dan sekarang FCTC, terang Tengku, semuanya selalu direspon terlambat oleh Presiden SBY dan jajaran kabinetnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement