REPUBLIKA.CO.ID, Singapura, negara pulau yang berdekatan dengan Indonesia kini menjadi kota termahal di dunia menggantikan posisi Tokyo. Salah satu penyebabnya adalah melonjaknya kebutuhan hidup dan menguatnya nilai tukar dolar Singapura. Tapi, ia boleh berbangga diri sebagai tempat yang banyak didatangi warga dunia untuk pelesiran, sekaligus menyandang kota teraman di dunia.
Melonjaknya harga-harga tidak mengurangi minat warga Indonesia untuk berwisata ke Singapura dan memang menjadi salah satu andalan negara itu. Menurut Regional ASEAN Singapore, pada 2012 sebanyak 2,8 juta wisatawan Indonesia ke Singapura dari 14,8 juta wisatawan asing lainnya. Jumlah ini hampir dua kali lipat jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia di tahun tersebut sebanyak delapan juta orang.
Lalu, berapakah jumlah warga Singapura yang berpesiar ke Indonesia? Pada 2012 tidak lebih dari 1,27 juta orang dan dari Malaysia 1,13 juta orang dari delapan juta wisman ke Indonesia.
Meski dinyatakan kota termahal di dunia, masih menurut Regional ASEAN Singapura, mayoritas pelancong Indonesia ke Singpura adalah untuk berbelanja. Terlihat dari jumlah penerbangan, bukan hanya dari Jakarta, melainkan juga berbagai kota lain, dilakukan berkali-kali tiap harinya.
Bagaimana maraknya pelayanan kesehatan di Singapura bisa dilihat di gedung Paragon, kawasan Orchard Road. Di lantai 11 gedung tersebut terdapat belasan tempat praktik dokter.
Meski pada 2012 pendapatan per kapita 51 ribu dolar AS per tahun, tidak menutup kesenjangan pendapatan yang sesungguhnya makin melebar antara warga terkaya dan termiskin. Kita dapat menanyakan kepada para sopir taksi bagaimana mereka harus berjuang di kota yang memiliki penduduk 5,4 juta jiwa.
Mereka juga akan menyebut sejumlah orang tajir dari Indonesia yang menetap di negeri Singa. Bahkan, konglomerat terkenal pada masa Orde Baru: Liem Swie Liong dimakamkan di Singapura. Inilah yang membuat penduduk Singapura naik drastis, bahkan kini banyak pendatang, termasuk para pengusaha dari RR Cina mencari kehidupan di Singapura. Tapi, sejauh ini mereka tidak diperkenankan menjadi sopir taksi karena akan memukul para sopir penduduk Singapura.
Negara pulau ini juga memproklamasikan sebagai tempat kesehatan paling berkualitas dan nomor satu di dunia. Bukan tidak beralasan, pernyataan itu mengutip rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Yang mengherankan, banyak dari pasien itu hanya untuk melakukan general check-up yang tidak masalah bila dilakukan di rumah-rumah sakit Indonesia.
Seperti, di Rumah Sakit Mount Elizabeth yang terletak di belakang kawasan bisnis dan pertokoan Orchad Road, memiliki sekitar lebih 500 kamar, 90 persen pasiennya berasal dari Indonesia. Komunikasi antara pasien dan dokter tidak terhalang soal bahasa. Karena banyak juru rawat, bahkan dokter berasal dari Indonesia.
Kita dapat membayangkan bagaimana nasib rumah-rumah sakit ini bila hubungan kedua negara sampai bermasalah. Tidak heran kalau negara pulau ini mendapat keuntungan besar dari industri kesehatannya.
Membanjirnya pasien Indonesia berobat ke Singapura rupanya cukup memprihatinkan. Beberapa pasien menyebutkan bahwa dia dirawat di RS Mount Elizabeth akibat serangan jantung justru atas saran dari dokter di Indonesia. Padahal, di Jakarta terdapat Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Beberapa pasien yang saya temui di Singapura menyatakan bahwa ia berobat di sini justru atas saran dokternya sendiri dari Indonesia. Memang banyaknya warga Indonesia berobat ke Singapura merupakan keberhasilan promosi besar-besaran negara ini dalam bidang kesehatan. Apalagi, soal bahasa tidak masalah. Rumah sakit di Singapura banyak mendatangkan pekerja dari Indonesia.