REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Arief Setiawan mengemukakan sebelum direvisi, Mahkamah Agung sudah membuat surat edaran (SE) tahun 2009 yang isinya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) bisa diajukan lebih dari sekali. “Saya lupa nomornya, tetapi surat edaran tahun 2009 membolehkan dilakukan PK lebih dari sekali,” kata Arief Setiawan kepada Republika di Yogyakarta, Senin (10/3).
Padahal sebelumnya, untuk pengajuan PK dibatasi hanya satu kali. Sedangkan perkara yang sudah diputus bebas oleh pengadilan di tingkat awal tidak boleh melakukan kasasi maupun PK di Makamah Agung. “Namun sekarang pembatasan tersebut sudah dilanggar, dengan munculnya SE Mahkamah Agung,” katanya.
Surat edaran tersebut, lanjut Arief, dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi terdakwa yang belum puas dengan keputusan pengadilan di tingkat awal. “Tujuannya untuk memberi kesempatan bagi terdakwa untuk mendapatkan keadilan. Sebab, selama ini banyak terdakwa yang tidak puas dengan putusan pengadilan negeri dan tinggi,” kata Arief.
Namun hal yang membuat peradilan semakin rumit, hak untuk mengajukan PK tidak hanya diberikan kepada terdakwa. Melainkan, jaksa pun bisa mengajukan PK ke Mahkamah Agung. “Seharusnya, jaksa tidak mengajukan PK, karena sudah melakukan penuntutan dalam pengadilan awal,” katanya.
Arief mengusulkan agar tidak terjadi banyak PK yang masuk ke Mahkamah Agung, perlu ada perbaikan kualitas pengadilan di tingkat awal. Sehingga para terdakwa sudah mendapatkan keadilan di pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi, dan mereka tidak mengajukan PK. “PK itu diajukan karena para terdakwa merasa belum mendapatkan keadilan di pengadilan di bawah Mahkamah Agung,” katanya