REPUBLIKA.CO.ID, Heri (45), terpaksa membiasakan diri dengan bau sampah. Sudah dua bulan terakhir, sampah di depan warung kopi miliknya di Jalan Raya Lenteng Agung menumpuk hingga setinggi dua setengah meter. Ia mengaku, sejak dua bulan terakhir pula pelanggannya kian berkurang.
Dia mengatakan, pelanggan yang biasa datang untuk minum kopi jarang datang lagi. Mereka mengeluhkan bau busuk yang berasal dari tempat sampah di depan warungnya. Heri menyimpulkan, karena tidak kuat akan baunya, para pelanggan tidak datang lagi ke warung miliknya.
Sementara itu, Heri mengaku tidak mempunyai pilihan selain bertahan, walaupun tumpukan sampah hanya berada sepuluh meter dari warung kopi miliknya.
“Ya mau gimana lagi. Soalnya, nyari tempat baru untuk jualan sekarang susah,” kata pria asal Bandung ini saat ditemui Republika, di Jalan Raya Lenteng Agung, Sabtu (8/3).
Heri mengatakan, penumpukan sampah di TPS terjadi berhari-hari. Terutama sampah di bagian belakang yang tidak terangkut, bisa menumpuk di TPS Jagakarsa higga berminggu-minggu.
Saat mewawancara Heri di warung kopi miliknya, Republika dapat merasakan bau busuk yang dikeluhkan Heri.
Dari warung kopi milik Heri, sampah di atas lokasi seluas 500 meter persegi, terlihat menyaingi tinggi toko milik Solihun (32) yang berada tepat disebelahnya.
Toko tempat Soihun bekerja dan Gunungan sampah TPS Jagakarsa Jakarta Selatan hanya dipisahakan oleh tembok. Dari dalam toko, Republika dapat merasakan bau busuk yang masuk melewati jendela dan pintu toko.
“Sampah di TPS ini, sudah lama menumpuk. Apalagi sampah yang bagian belakang, bisa berminggu-minggu tidak terangkut,” kata dia kepada Republika, Sabtu (8/3).
Dia dan pemilik toko lain kerap menegur petugas Dinas Kebersihan dari kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Namun kata dia, teguran pemilik toko seakan tak digubris. Buktinya, sampah dibiarkan menggunung, kata Solihun.