Kamis 06 Mar 2014 21:09 WIB

Ini Kronologis Kasus Bank Century

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa sebagai tersangka kasus FPJP Bank Century di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/11).  (Republika/Tahta Aidilla)
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa sebagai tersangka kasus FPJP Bank Century di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Jaksa Penuntut Umum KPK menilai Bank Century ditetapkan menjadi bank gagal berdampak sistemik agar mendapatkan biaya penyelamatan senilai total Rp6,76 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan. Jaksa Antonius Budi Satria menyampaikan hal itu dalam sidang pembacaan dakwaan mantan deputi Gubernur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Antonius menjelaskan proses penetapan tersebut dimulai pada rapat 16 November 2008 di kantor BI yang dihadiri oleh Menteri Keuangan/Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Senior Miranda Swaray Goeltom, Deputi Gubernur bidang Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan Muliaman Hadad.

Selain itu hadir pula Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah perwakilan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rahmany dan Noor Rachmat,

Kepala Divisi Penjaminan LPS Poltak L Tobing, Kepala LPS Firdaus Djaelani dan Kepala Divisi Analisis Resolusi Bank LPS Suharno Eliandy. Menurut jaksa, saat itu Fridaus dan Suharno menyampaikan bahwa biaya menyelamatkan Bank Century lebih besar yaitu Rp15,363 triliun dibanding tidak menyelamatkan yaitu Rp 195,354 miliar.

"Pada saat itu Boediono mengatakan bahwa Firdaus Djaelani hanya menghitung berdasarkan sisi mikronya saja," kata Antonius.

Terdakwa dalam perkara tersebut adalah mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya. Kemudian pada rapat selanjutnya pada 20 November 2008 di ruang Rapat Dewan Gubernur BI menghasilkan arahan dari Dewan Gubernur BI (DGBI) kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) bahwa DGBI tidak menginginkan Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal dan diserahkan pengelolaannya kepada LPS untuk ditutup, melainkan ingin agar Bank Century tetap beroperasi dan tidak menjadi bank gagal.

"Karena itu diperlukan kajian dari DPNP kepada LPS maupun kepada KKSK yang mendukung Bank Century sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik sehingga Bank Century tidak ditutup dan tetap beroperasi serta tidak menjadi bank gagal," ungkap jaksa.

Pada rapat DGI 20 November 2008, diketahui bahwa rasio kecukupan modal Bank Century menjadi negatif 3,53 persen dan masih punya kewajiban jatuh tempo senilai total Rp859 miliar atau lebih besar dari nilai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang sudah dikucurkan BI senilai Rp689 miliar.

"Siti Chalimah menyampaikan bahwa berdasarkan penilaian pengawasan BI, Bank Century tidak tergolong sistemik secara individual bank tapi bila ditinjau dari sisi makro maka Bank Century tergolong sistemik. Halim Alamsyah juga menjelaskan bahwa permasalahan Bank Century tidak berdampak sistemik karena peran Bank Century dalam sektor riil tergolong kecil, pemberian kredit juga tidak terlalu signifikan dan peran Bank Century dapat digantikan bank lain," jelas jaksa.

Namun karena timbul kekhawatiran KSSK tidak akan menyetujui usulan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, maka Budi Mulya dengan menyalahgunakan kewenangan dalam jabatannya menyatakan tidak setuju dengan lampiran data yang disampaikan Halim Alamsyah dan meminta agar data milik Halim tidak dilampirkan.

Permintaan Budi Mulya itu didukung Miranda Goeltom karena hanya ada satu kriteria yang memiliki keterkaitan dampak sistemik pada Bank Century. Miranda pun meminta agar lampiran data Halim tidak dimasukkan karena nanti malah akan ramai.

"Selanjutnya Boediono menanyakan persetujuan masing-masing anggota Dewan Gubernur BI terkai Century, dan seluruh anggota DGBI menyatakan setuju bahwa Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik," ungkap jaksa.

Siti Chalimah pun memperbaiki ringkasan eksekutif mengenai Bank Century dan membuat beberapa perubahan yang esensial. Pertama, PT Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal dan diserahkan kepada LPS dengan pertimbangan bank belum melampaui jangka waktu pengawasan khusus yaitu 6 bulan, namun kondisi bank menurun.

Kemudian terbit rekomendasi, yakni 1. Karena bank dinilai memiliki risiko sistemik maka dimintakan persetujuan KSSK, 2. mengusulkan agar Robert Tantular dicekal, 3. Mengirim surat kepda monetary authority of Singapore (MAS) dan Financial Services Authority (FSA) sebagai pemberitahuan.

Kedua, kondisi giro Wajib Minimum (GWM) rupiah bank tertanggal 19 November 2008 diubah menjadi 20 November 2008 atau yang terkini. Untuk memenuhi kebutuhan modal dan likuiditas Bank Century setelah menyelesaikan perhitungan adalah Rp6,56 triliun.

Selanjutnya dalam lampiran tentang analisis bank gagal, Sekretaris KSSK Raden Pardede juga mengubah kalimat "untuk mencapai CAR 8 persen dibutuhkan tambahan modal sebesar Rp1,77 triliun diubah menjadi tambahan modal sebesar Rp632 miliar" dengan tujuan agar disetujui oleh Menteri Keuangan.

Pada 20 November 2008 pada sekitar pukul 23.00 WIB, kembali dilaksanakan rapat praKSSK yang dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan seperti Sri Mulyani, Raden Pardede, Dewan Gubernur BI termasuk Budi Mulya.

Dalam rapat itu, Ketua LPS Rudjito, Fuad Rahmany, Anggito Abimanyu, Agus Martowardojo menyatakan bahwa dalam keadaan normal seharusnya Bank Century tidak terkategori sebagai bank berdampak sistemik, namun dalam rapat yang dilanjutkan hingga 21 November 2008 sekitar pukul 04.30 WIB yang dihadiri oleh Sri Mulyani, Boediono, Raden Pardede serta konsultan hukum Arief Surjowidjojo diputuskan Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Selanjutnya diputuskan untuk menghentikan seluruh pengurus Bank Century, baik komisaris dan direksi dan mengangkat direksi baru yaitu Maryono sebagai direktur utama dan Ahmad Fajar sebagai direktur dari Bank Mandiri melalui Rapat Dewan Komisioner pada hari yang sama.

Penyetoran modal sementara (PMS) untuk Bank Century yang pertama dikucurkan pada 24 November 2008 sebesar Rp1 triliun, pada 25 November Rp588,314 miliar, 26 November sebesar Rp475 miliar, 27 November sebesar Rp100 miliar, pada 28 November sebesar Rp250 miliar dan 1 Desember sebanyak Rp362,826 miliar sehingga total adalah Rp2,776 triliun.

Pengucuran modal kembali dilanjutkan hingga 30 Desember yang seluruhnya mencapai Rp4,997 triliun. Kemudian dilanjutkan pada 4 Februari 2009 sebesar Rp850 miliar dalam bentuk Surat Utang Negara, 24 Februari 2009 sebesar Rp185 miliar dalam bentuk SUN dan terakhir Rp150 miliar melalui real time gross settlement (RTGS) hingga terakhir pada 26 Juli 2009 dikucurkan Rp630,221 miliar.

Total penyertaan modal sementara kepada Bank Century dari LPS sejak 24 November 2008 hingga 24 Juli 2009 adalah Rp6,76 triliun. Perbuatan tersebut memperkaya Budi Mulya sebesar Rp1 miliar, pemegang saham PT Bank Century yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraqdan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp3,115 triliun, Robert Tantular sebesar Rp2,753 triliun, dan Bank Century sebesar Rp1,581 triliun.

Serta merugikan keuangan negara dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebesar Rp689,39 miliar dan Rp6,76 triliun karena menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement