REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pelaku pemalsuan tanda tangan surat persetujuan dan kuasa tanah atas nama istri sendiri dituntut hukuman penjara selama tiga tahun dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (6/3).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Agus Adnyana Putra menilai terdakwa I Wayan Sukarta (48) terbukti memalsukan tanda tangan surat persetujuan dan kuasa tanah atas nama istrinya, Ni Komang Suardani, sehingga layak mendapatkan hukuman berat.
"Terdakwa telah melakukan pemalsuan surat dan tanda tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 269 Ayat 1 KUHP dalam dakwaan primer sehingga menyebabkan timbulnya kerugian," katanya.
Terdakwa melakukan pemalsuan surat, tanda tangan persetujuan, dan kuasa tanah atas nama istrinya untuk dijual kepada I Gusti Putu Gede Widnyana yang beralmat di Jalan Tukad Yeh Biu, Denpasar, pada 7 Maret 2013 dengan membeli blangko surat persetujuan dan kuasa pada kantor notaris milik Wayan Setia Dharmawan.
Kemudian terdakwa pulang untuk mengisi surat persetujuan dan kuasa tanah itu dengan cara meniru tanda tangan istrinya di atas materai dengan menyataankan bahwa istri terdakwa yang membuat pernyataan tersebut secara sah.
Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut karena terbelit utang di bank dan terlalu lama menunggu persetujuan istrinya yang bekerja di luar negeri sehingga Sukarta berniat menjual tanah seluas 100 meter per segi itu seharga Rp 525 Juta.
Dalam sidang sebelumnya terdakwa mengaku menggunakann uang tersebut untuk membayar utang di bank Rp148 juta, uutang di koperasi Rp 50 juta, memperbaiki rumah Rp 60 juta, membayar utang pribadi Rp 63 juta, dan sisanya Rp 150 juta ditabung. Terdakwa menyatakan tidak akan melakukan pembelaan terhadap tuntutan tersebut.