REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily menyatakan sertifikasi produk halal harus dimiliki perusahaan kosmetik. Hal ini untuk menjamin rasa aman masayarakat dalam menggunakan produk kosmetik yang dijual di pasaran. "Produk halal bukan cuma soal makanan tapi juga obat-obatan dan kosmetik," kata Ace kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (3/3).
Saat ini DPR dan pemerintah tengah membahas Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Salah satu poin penting dari undang-undang ini adalah kewajiban bagi setiap perusahaan memiliki sertifikasi halal atas produk konsumsi yang mereka buat.
Ace pribadi berpandangan sertifikasi halal sebaiknya hanya diwajibkan kepada perusahaan yang produknya dikonsumsi masyarakat secara luas. Sedangkan perusahaan yang produknya tidak dikonsumsi luas tidak perlu diwajibkan.
"Saya berpendapat sebaiknya sertifikasi halal bersifat sukarela. Tapi untuk perusahaan yang dikonsumsi dalam jumlah besar diwajibkan (memiliki sertifikasi halal)," ujar Ace.
Selain itu, pemerintah dan DPR juga mengusulkan agar sertifikasi halal tidak lagi menjadi monopoli Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ace berpendapat perlu ada lembaga khusus yang berwenang mengeluarkan sertifkasi halal. "Yang harus menjamin warga negara adalah negara. Sedangkan MUI itu civil society," kata Ace.
Politisi Partai Golkar ini menilai MUI tidak memiliki legitimasi menentukan kehalalan suatu produk. Dan lagi selama ini MUI tidak pernah transparan soal biaya yang mesti dikeluarkan perusahaan untuk mendapat sertifikasi halal. "Masalahnya adalah semua ini harus diatur secara transparan. Misalnya biayanya berapa, masuk kemana. Selama ini terkesan tertutup," ujar Ace.