REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerusuhan sosial pascapemilu dapat saja terjadi jika penyelenggara KPU 2014 terindikasi tidak jujur dan berpihak. Kekhawatiran adanya kecurangan dalam pemilu juga sempat dilontarkan Megawati Soekarnoputri. Sehingga potensi itu harusnya menjadi sistem peringatan dini kepada rakyat dan parpol serta KPU.
Divisi Hukum dan Konstitusi kader dan simpatisan PDI Perjuangan Pro Jokowi (Projo), Fahmi Habsy, menilai, Pemilu 2014 status siaga satu. Apalagi, hasil Pemilu 2009 yang masih meninggalkan jejak kelabu dan kecurigaan sebagian masyarakat hingga hari ini. "Kami meminta komisioner KPU menempatkan kecintaan atas negeri diatas kepentingan pribadi sesaat. Jangan coba-coba bermain api jika tidak ingin terbakar,"ujar inisiator PDI Perjuangan Pro Jokowi (Projo) Fahmi Habsyi kepada ROL, Ahad (2/3).
Ketua Tim Advokasi Pemilu Curang Projo, Sunggul Hamonangan SH menambahkan, sejak awal para kader dan PDIP Pro Jokowi (Projo) menaruh perhatian khusus soal potensi kecurangan Pemilu. Tindaklanjutnya mengajukan gugatan untuk pembatalan terhadap nota kesepahaman KPU-Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) No.19/KB/KPU/2013 dan No.PERJ 400/SU/KH.02.01/09/2013 dalam gugatan Nomor 69 P/HUM/2013 yang didaftarkan 21 Oktober 2013 yang kemudian dibatalkan perjanjian tersebut oleh KPU-Lemsasneg.
Seandainya gugatan tidak segera dilayangkan, katanya, bukan tidak mungkin pihak-pihak ambisius kekuasaan lebih leluasa melakukan kecurangan. Projo meminta elite parpol mencermati dimana KPU akan melakukan perhitungan tabulasi nasional dilaksanakan apakah di tempat netral atau tidak.