Senin 24 Feb 2014 20:59 WIB

Diduga Berbahan Kimia, Harga Gula Kelapa Anjlok

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Dewi Mardiani
Penyadap nira
Foto: antarafoto.com
Penyadap nira

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Perajin gula kelapa yang ada di Kabupaten Banyumas saat ini sedang mengalami masa-masa pahit. Hal ini karena harga gula di pasaran anjlok. Harga gula kelapa yang semula bisa mencapai Rp 11 ribu - Rp 12 ribu per kg, saat ini menjadi hanya Rp 5.600 per kg.

Wartam (52 tahun), seorang penderes dan pengolah nira asal Desa Cilongok, Kecamatan Cilongok, mengaku anjloknya harga gula membuat dia tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan keluarganya dari hasil mengolah nira. ''Setiap hari, dengan menyadap enam pohon kelapa yang dia tanam di pinggir sungai, paling banyak saya hanya bisa menghasilkan 2-3 kg gula kelapa per hari. Saya sudah tidak bisa lagi mengandalkan pekerjaan ini,'' keluhnya, Senin (24/2).

Hal serupa juga banyak dikeluhkan oleh para penyadap lainnya. Selama ini, perajin gula kelapa ini menyetorkan gula merah hasil olahannya pada pengepul. Oleh pengepul, bila harga gula merah di pasaran dihargai Rp 10.000 per kg, maka mereka hanya dapat menjual Rp 8.000 per kg. Bila sekarang harganya Rp 5.600, maka perajin dibayar hanya Rp 3.500 per kg.

Akibat rendahnya harga gula merah tersebut, saat ini banyak penyadap yang beralih pekerjaan menjadi buruh tani atau bangunan. Sementara pohon kelapa yang tadinya disadap untuk diambil niranya, banyak dibiarkan sehingga pucuk buahnya dibiarkan berbunga dan menjadi buah kelapa.

Bupati Banyumas Achmad Husein, Senin (24/2), mengakui anjloknya harga gula kelapa. Bahkan dia mengaku sudah meminta kepala dinas terkait, untuk melacak kenapa harga gula merah bisa anjlok seperti itu. Setelah ditelusuri, diketahui bahwa anjloknya harga gula, karena pabrik-pabrik kecap penampung hasil produksi para perajin tak mau menerima produksi mereka.

Alasannya, kata Bupati, karena kandungan bahan kimia yang digunakan sebagai bahan campuran gula kelapa perajin cukup tinggi. Bahan kimia itu membuat gula berwarna terang dan hasil olahan gulanya menjadi banyak. Nama bahan kimia itu adalah natrium bisulfat yang berbahaya bagi kesehatan. Menurutnya, masalah ini juga memukul perajin di kabupaten lain, karena praktik mencampur bahan kimia itu terjadi di hampir semua kabupaten.

Untuk itu, yang bisa dia lakukan saat ini adalah menghimbau agar perajin gula merah atau gula kelapa beralih memproduksi gula kelapa organik. Yakni, dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti kulit manggis, parutan kelapa, dan bahan alami lainnya. ''Namun yang jadi masalah, untuk mencari bahan campuran alami memang cukup sulit,'' jelasnya.

Kabupaten Banyumas, selama ini memang dikenal sebagai salah satu sentra penghasil gula kelapa di Tanah Air. Industri kecil gula kelapa di wilayah ini, bisa menghasilkan gula merah atau gula kelapa hingga 172 ton per hari. Gula kelapa sebanyak itu, dihasilkan oleh 26.863 perajin yang tersebar di beberapa kecamatan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement