REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Layanan kereta rel listrik (KRL) di Jabodetabek dinilai masih jauh dari memuaskan. Setidaknya, kata penumpang KRL, ada empat keluhan fasilitas yang selama ini diabaikan pengelola KRL.
Fanka (19 tahun), mahasiswa UI yang biasa menggunakan jasa KRL commuter line, mengatakan, fasilitas KRL belum juga diperbaiki ketika jumlah penumpang bertambah. Fasilitas itu di antaranya, pendingin ruangan (AC) yang kerap tidak berfungsi di saat gerbong penuh.
“Terkadang, AC tidak dapat dirasakan ketika penumpang membludak," kata Fanka, warga Cakung, Jakarta Timur, itu, Senin (23/2). Sering matinya AC terjadi pada pukul enam sampai delapan pagi dan empat sore hingga tujuh malam.
Penumpang terpaksa membuka jendela KRL untuk mengurangi kepanasan di dalam kereta. "Saya sering membuka jendela KRL jika keadaan mendesak," kata Supardi (50), warga Citayam, Depok, Jawa Barat.
Keluhan kedua, terkait dengan lampu di sejumlah gerbong yang kerap mati. Menurut Fanka, mati lampunya bisa sampai tiga menit atau bahkan terus-menerus.
Ia menyebutkan, mati lampu terjadi secara tiba-tiba yang mengakibatkan terkejutnya para penumpang. Fanka mengaku khawatir, pada saat mati lampu terjadi pelecehan seksual dan peristiwa lain yang tidak mengenakkan.
Misalnya, kata dia, barang-barang hilang atau ribut dengan penumpang lain karena saling dorong akibat gelapnya gerbong. Bisa saja, Fanka melanjutkan, ada barang meledak di kereta.
Keluhan ketiga, baik Fanka maupun Supardi menyebut sering matinya pengeras suara (sound system) pemberitahuan stasiun berhenti. Bahkan, kata mereka, ada beberapa kereta tidak dilengkapi dengan pengeras suara untuk memberitahukan stasiun pemberhentian berikutnya.
Keluhan keempat, penumpang berkeberatan atas kurangnya armada KRL sejak kereta ekonomi tidak diberlakukan lagi pada tahun lalu. Ketika kereta ekonomi ditutup, manajemen commuter line tidak menyiapkan armada baru yang cukup untuk melayani penumpang.
Kekurangan armada tersebut menyebabkan sejumlah jadwal keberangkatan terlambat, termasuk yang terjadi hari ini. "Tidak heran jika kereta sering telat, seperti sekarang," kata Muhammad Ilyas, warga Sawangan, Depok.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) memang belum banyak berbuat untuk mengatasi masalah-masalah klasik yang sudah terjadi berbulan-bulan ini. Dari penjelasan KAI, mereka masih menunggu gerbong-gerbong kereta dari Jepang, yang pada pekan lalu datang lagi 20 gerbong.
KAI memang menerima hibah gerbong-gerbong bekas dari Jepang. Namun itu belum banyak memberikan solusi atas persoalan keterlambatan kereta yang menjadi keluhan kelima penumpang.
Ada enam rute KRL Jabodetabek dan hampir 500 ribu orang menggunakan jasa transportasi ini setiap harinya. Commuter line menjadi pilihan warga karena bebas macet dan cepat.