REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Pelaku penyadapan dapat dijerat dengan pasal pidana yang ada dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Ancaman hukumannya, penjara dua sampai tiga tahun penjara atau denda Rp 20 juta sampai Rp 30 juta.
“Apabila dalam penyadapan tersebut terkandung informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU KIP, maka pelaku penyadapan bisa dijerat dengan pasal pidana dalam UU KIP,” kata Ketua Forum Komunikasi Komisi Informasi Provinsi Se-Indonesia (ForKIP), Juniardi, di Bandar Lampung, Ahad (23/2), menanggapi penyadapan yang menimpa Mantan Presiden RI Megawati, dan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Ia menjelaskan, informasi yang dikecualikan, maksudnya informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat, informasi yang dapat menghambat pertahanan dan keamanan negara.
Kemudian, informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri, memorandum internal yang dirahasiakan, serta informasi rahasia yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang lain.
“Namun, karena pidana harus ada delik aduan. Dalam hal ini dari yang disadap mengadukannya kepada kepolisian,” ujar Juniardi yang juga Ketua KI Lampung.
Ia menilai, kasus penyadapan ini sudah banyak sekali terjadi. Bahkan beberapa waktu lalu sempat terungkap dokumen yang menyebutkan adanya penyadapan yang dilakukan pihak asing terhadap warga Indonesia.
Menurutnya, terhadap kasus-kasus penyadapan tidak dapat disepelekan apabila pihak yang melakukan penyadapan adalah bukan yang berkewenangan. Harus ada tindakan hukum agar kedepannya kasus serupa tidak terjadi lagi. Sebab Indonesia juga belum memiliki undang-undang yang melindungi informasi pribadi warga negaranya.