REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Angka drop out (DO) kepesertaan KB di DIY tahun 2013 cukup tinggi yakni mencapai sekitar 16-20 persen. Sedangkan sebelum otonomi daerah angka DO kepesertaan KB di DIY masih di bawah 10 persen.
Hal itu dikemukakan Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Perwakilan BKKBN DIY Evi Ratnawati pada wartawan, usai pembukaan safari KB dalam rangka Milad ke-91 RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II bekerjasama dengan BKKBN dan Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan (BKBPMP) Kabupaten Sleman, Selasa (18/2).
Maksud DO kepesertaan KB tersebut adalah ada yang hamil lagi atau sama sekali tidak menggunakan KB. Menurut Evi,kebanyakan pasangan wanita usia subur (wus) tersebut menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntik.
Mereka ada yang tidak teratur menggunakan pil atau suntik sehingga hamil dan ada yang mengalami efek samping dari penggunakan alat kontrasepsi tersebut seperti kegemukan atau efek samping lainnya sehingga berhenti menggunakan pil atau suntik.
''Dulu di DIY penggunaan IUD cukup tinggi . Karena era reformasi terkena biasnya, Kalau tidak membolehkan penggunaan kontrasepsi jangka pendek nanti dikatakan melanggar HAM,''ungkapnya. Penggunaan IUD ini justru bisa berlangsung lama karena tidak ada efek sampingnya.
Karena itu saat ini BKKBN tetap mendorong PUS agar menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang . Karena bisa mengefektifkan, mengefisiensikan, secara ekonomi. Kontrasepsi jangka panjang ini antara lain: IUD, implant, MOW (Metode Operasi Wanita) dan MOP (Metode Operasi Pria). Angka DO ini tinggi juga berkaitan dengan semakin sedikitnya PLKB (Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana).
''Dulu satu desa satu PLKB, sedangkan sekarang satu PLKB membawahi dua sampai tiga desa. Karena jumlah PLKB semakin berkurang,'' ungkapnya.