REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah Indonesia mendapat jalan untuk merampas dan menyita sebagian aset terkait kasus PT Bank Century di wilayah hukum Hong Kong. Nilai aset yang dapat dirampas itu berkisar 4.076.121 dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 48 miliar.
Langkah untuk perampasan dan penyitaan itu keluar setelah High Court of Hong Kong mengabulkan sebagian permohonan pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Hukum dan HAM. Permintaan itu diajukan melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance/MLA) kepada Menteri Kehakiman Hong Kong.
"Pemerintah RI berhasil memeroleh putusan yang merampas aset terkait kasus PT Bank Century," kata Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin melalui keterangan tertulisnya, Senin (17/2) malam.
High Court of Hong Kong menerbitkan putusannya pada tahun ini. Amir mengatakan, nilai aset yang dapat dirampas masih fluktuatif. Mengingat sebagian besar aset tersebut berbentuk saham. Meskipun baru sebagian permohonan yang dikabulkan, Amir menilai, positif putusan itu.
"Jumlah ini merupakan langkah awal keberhasilan Pemerintah RI untuk mengembalikan aset-aset tindak pidana terkait dengan Bank Century dari luar negeri," kata dia.
Permintaan MLA Pemerintah RI yang diproses dan diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM ini berdasar pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tahun 2010. Putusan itu berisi tentang perintah perampasan aset milik dan di bawah kendali Rafat Ali Rizvi, Hesham Al-Warraq, Robert Tantular dan pelaku kejahatan lainnya di Hong Kong. Namun putusan itu tidak bisa segera dieksekusi karena berada di negara lain. Sehingga pemerintah harus mengajukan permintaan bantuan hukum timbal balik (MLA) ke negara lain.
Amir mengatakan, proses pengadilan di High Court of Hong Kong masih belum final. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan upaya banding untuk mengejar aset lainnya karena putusan High Court belum mencakup keseluruhan permintaan penyitaan yang diajukan. Pengacara Rafat dan Hesham juga ternyata menempuh langkah banding untuk melakukan perlawanan. Namun berdasarkan pengamatan jalannya persidangan, Amir cukup percaya diri. "Optimistis akan mampu untuk mempertahankan posisi saat ini di pengadilan banding," kata dia.
Lebih lanjut, Amir menilai, aset yang dapat disita atau dirampas itu tidak harus merupakan aset yang langsung terkait dengan terpidana. Akan tetapi, menurut dia, bisa juga termasuk aset yang berada di bawah kendali terpidana. Yaitu aset yang dikelola oleh berbagai badan hukum melalui transaksi penempatan yang kompleks.
Namun sejauh ini, Amir mengatakan, adanya jalan untuk penyitaan dan perampasan di wilayah hukum negara lain ini merupakan preseden yang baik. Menurut dia, adanya komitmen kerja sama ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain. Sehingga akan membantu proses pengembalian aset (asset recovery).
"Ini menimbulkan optimisme bagi pihak-pihak dalam kerjasama terkait asset recovery," kata dia.
Pemerintah Indonesia memang masih memburu aset-aset yang berada di yurisdiksi lain. Antara lain, menurut Amir, di wilayah Jersey. Pemerintah sudah berhasil membekukan aset di sana senilai 16,5 juta dolar AS. Amir terus melakukan komunikasi intensif dan kerja sama dengan Jaksa Agung Jersey untuk memuluskan jalan pemerintah agar dapat menyita aset di sana.
Saat ini Pemerintah RI telah berhasil membekukan aset di yurisdiksi lainnya antara lain Jersey sebesar kurang lebih USD 16,5 juta dan Menteri Hukum dan HAM terus melakukan kerjasama dan komunikasi intensif dengan Jaksa Agung Jersey, disamping kerjasama dengan yurisdiksi lainnya yang saat ini sedang berlangsung.