Kamis 13 Feb 2014 22:00 WIB

Sepasang Kekasih Menikah di Tengah Erupsi Sinabung

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Mohammad Fachruddin
Seorang warga melintasi masjid dan sekolah dasar yang rusak akibat abu vulkanik Gunung Sinabung di Desa Mardinding, Karo, Sumut, Selasa (4/2).   (Antara/Wahyu Putro)
Seorang warga melintasi masjid dan sekolah dasar yang rusak akibat abu vulkanik Gunung Sinabung di Desa Mardinding, Karo, Sumut, Selasa (4/2). (Antara/Wahyu Putro)

REPUBLIKA.CO.ID, KABANJAHE -- Sepasang muda-mudi ini tampak tak canggung berpegangan tangan ketika berbincang dengan Republika di sudut sebuh pos pengungsian Sinabung di Kabanjahe, Tanah Karo, Sumatera Utara (Sumut). Sinar matahari yang menyiram dinginnya pos di pengungsian Maka Mehuli Jl Samura itu tak sedikit pun tampak mengurangi erat tangan mereka.

Pasangan ini, Muhammad Ismail (25 tahun) dan Ema Papayosa Ginting (19) genap 10 hari resmi terikat dalam jalinan suami istri. Ya, keduanya menikah di pos pengungsian tersebut Senin pekan lalu dalam balutan upacara akad nikah sederhana.

Tak ada tari-tarian, nyanyi-nyanyian, apalagi makan-makan menghiasai pernikahan mereka. “Sederhana saja, karena memang tidak mungkin di pengungsian gelar pesta adat,” kata Ismail saat ditemui di pos Maka Mehuli tak lama ini.

Rona bahagia Ismail dan Ema masih sangat hangat. Ini wajar, pernikahan mereka baru saja digelar awal Februari lalu. Ismail bercerita, dia dan istrinya harus menunggu enam bulan untuk meresmikan hubungan mereka. Niat awal untuk menyatakan sumpah setia di hadapan Tuhan tertunda September 2013 silam karena Gunung Sinabung erupsi.

Ema, gadis berkerudung ini tinggal di Desa Biak, Kecamatan Munthe, jauh dari tempat Ismail mengungsi. Sejenak sering kali ia khawatir kekasihnya goyah, sehingga enggan meneruskan biduk asmara yang sudah bertahun-tahun mereka bina.

Ismail bercerita, dengan kondisi penuh ketidapastian itu, tak muluk yang ia harapkan. Menikah dan meresmikan hubungan dengan Ema adalah harapan terbesarnya. Amukan Sinabung, sama sekali tak menyurutkan pemuda berperawakan tegap besar ini untuk mengikat Ema sebagai calon ibu dari anak-anaknya kelak.

“Akhirnya disepakati keluarga, kami menikah di penampungan bulan dua, warga dan pengungsi jadi saksi,” kata pemuda beralis tebal ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement