REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sedang melakukan penyelidikan terhadap 32 kontainer yang membawa 800 ton beras impor asal Vietnam, karena diduga terjadi pelanggaran ketentuan perijinan impor.
Menteri Keuangan Chatib Basri dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengatakan temuan ini terjadi setelah Ditjen Bea dan Cukai berinisiatif mengubah tingkat risiko terhadap pos beras dengan tarif 1006.30.40.00 dan 1006.30.99.00 menjadi "high risk" pada Rabu (29/1).
"Kami belum bisa menyampaikan sumber masalahnya dimana, tapi telah melakukan pemeriksaan lebih ketat. Jadi ada perijinan dan rekomendasi untuk impor beras premium Thai Hom Mali dari Thailand, namun yang masuk beras premium wangi dari Vietnam," katanya.
Chatib menjelaskan beras yang diduga bermasalah tersebut sedang dilakukan penelitian oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Subang, Jawa Barat untuk membuktikan dugaan tersebut, yang hasilnya akan diumumkan paling lambat Kamis minggu depan.
"Kami telah melakukan antisipasi agar jangan sampai beras ilegal mengganggu harga pasaran, katanya premium tapi harganya dibawah medium lokal, yaitu beras Vietnam yang harganya lebih rendah. (Kejadian) ini bukan wewenang Bea Cukai yang mendatangkan beras ini," ujarnya.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono menambahkan diduga terjadi pelanggaran ketentuan perijinan impor dan lartas dengan menyalahgunakan Surat Persetujuan Impor (SPI), sehingga importansi barang tidak sesuai antara laporan surveyor dengan ijin impor, dari temuan baru ini.
Importansi dimaksud dilakukan oleh CV PS sejumlah 200 ton sebanyak delapan kontainer, CV KFI sejumlah 400 ton sebanyak 16 kontainer dan PT TML sejumlah 200 ton sebanyak delapan kontainer yang seluruhnya berasal dari Vietnam.
"Langkah-langkah kami telah sesuai prosedur sesuai dengan kondisi saat ini, kami tidak menginvestigasi importir tapi memeriksa dokumen importansi sesuai prosedur dan ketetapan yang ada," kata Agung.
Agung mengatakan Ditjen Bea dan Cukai belum bisa menyimpulkan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran hukum dari importasi ini, karena masih menunggu hasil penelitian laboratorium terkait beras asal Vietnam tersebut.
"Kami selalu 'match' dengan perijinan, kalau ijinnya ada beras mulai masuk, kalau ini mendistorsi harga itu masalah lain. Namun, kami telah menaikkan tingkat risiko menjadi 'high risk' untuk merespon kondisi supaya jelas," ujarnya.
Selain mengubah tingkat risiko atas dua pos tarif beras, Ditjen Bea dan Cukai juga telah mengubah sistem penelitian perijinan impor beras di portal INSW dari elektronik menjadi diteliti secara manual oleh petugas Analyzing Point sebagai upaya meningkatkan efektivitas pengawasan.
Sementara, pos beras dengan tarif 1006.30.40.00 mencakup beras Thai Hom Mali yang selama 2013 telah dilakukan impor sebanyak 22.843 ton dan pos tarif 1006.30.99.00 termasuk beras Japonica, Basmati dan Bulog yang dilakukan impor 34.823 ton selama 2013.