REPUBLIKA.CO.ID, KARO -- Aktivitas vulkanologi yang diperlihatkan Gunung Sinabung, Tanah Karo, Sumatra Utara (Sumut) memaksa warga di sekitar lereng harus meninggalkan rumah mereka. Seperti di Desa Payung, Kecamatan Payung, Karo, Sumut.
Desa Payung dibangun di selatan kaki Gunung Sinabung. Jarak dari Sinabung ke desa ini berkisar 5 Kilometer saja. Sehingga membuat desa ini masuk sebagai desa dalam zona merah.
Pantauan Republika, di desa yang rumah-rumahnya berdiri di sisi Jl. Kutabuluh itu , suasana Jumat (7/2) pagi sangat sepi. Seperti desa mati, rumah-rumah warga serta pekarangan mereka tertutup oleh tumpukan debu.
Tak hanya itu, tanaman tani yang berada di sepanjang sisi jalan di desa pun sudah mati tertimbun debu berwarna abu. Keramaian di desa ini hanya bersumber dari sekawanan anjing yang sepertinya ditinggal pergi oleh para pemiliknya.
Komplek pemakaman nasrani yang berada di sekitar lokasi pun sama tak terurusnya. Sejak ditinggal tiga bulan lalu, debu abu vulkani menyelimuti seluruh pemakaman yang rata-rata dibangun tinggi ini.
Debu-debu berterbangan mana kala mobil-mobil tim sar dan pengirim bantuan melintasi jalan di desa tersebut. Pandangan menjadi terhalang, nafas tersengal dan rambut berdebu. Kacamata bening, masker, dan topi menjadi senjata paling efektif untuk menghalau gangguan itu.
“Kita memang kalau kirim (bantuan) ke Desa Tandjung lewat sini. Sebenarnya jalur bahaya, tapi kita punya waktu melewati ini, lagi pula Jl Kutabuluh seperti jalan tikus bisa memotong waktu perjalanan ke Desa yang kita tuju,” ujar Mulya, Driver tim Palang Merah Indonesia (PMI) saat menyetir kendaraan bantuan ke posko pengungsian.
Pemerintah Kabupaten Karo, Sumut memang memberikan sinyalemen akan adanya relokasi bagi desa yang terkena dampak paling parah bila terkena erupsi Sinabung. Desa Payung memang belum masuk diantaranya. Hingga saat ini, Pemkab Karo baru menjadikan desa lain di Kecamatan Payung sebagai desa yang harus direlokasi. Desa itu adalah Desa Sukameriah yang berjarak 2,5 Km dari Gunung Sinabung.