Selasa 28 Jan 2014 20:24 WIB

Yusril Lanjutkan Uji Materi ke MK

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: A.Syalaby Ichsan
Calon presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra tertunduk saat mengajukan permohonan UU Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (21/1).
Foto: Tahta Aidilla/ Republika
Calon presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra tertunduk saat mengajukan permohonan UU Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara  Yusril Ihza Mahendra tetap melanjutkan permohonannya terkait penyelenggaraan pemilu serentak 2014.

Meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 2019, namun masih ada peluang mengubaah putusan tersebut.

Yusril mengatakan, pihaknya sudah melkukan perbaikan permohonan dan akan menyerahkannya ke MK, Rabu (29/1). Dia mengatakan, pihaknya mempertegas sejumlah materi yang dinilai berbeda dengan putusan permohonan UU Pilpres Efendi Ghozali dan koalisi masyarakat sipil.

“Kemarin memang saya sempat mempertimbangkan untuk lanjut, namun setelah saya baca putusannya kemarin secara lengkap, ternyata ada perbedaan. Makanya saya tetap lanjut untuk maju. Semestinya kalau pasal yang diuji dan pasal batu ujiannya di UUD 45 beda, putusan MK bisa saja berbeda,” kata Yusril saat dihubungi RoL, Selasa (28/1).

Dia menambahkan, permohonan sebelumnya tidak mempertegas adanya penyatuan pemilu serentak dalam petitum. Meski ada pembahasan pemilu serentak, namun hanya di uraian dan pertimbangan. Sedangkan, putusan MK yang dianggap final dan mengikat itu, berdasarkan pada petitum.

Selain itu, pihaknya meminta MK menafsirkan pasal 6A ayat 2 dan pasal 22E UUD 1945. Permohonan Koalisi Masyarakat Sipil yang dipimpin oleh Efendi Ghozali, tidak memberikan jalan keluar setelah pasal 2 UU Pilpres dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Itu sebabnya ketentuan itu tetap sah digunakan untuk pemilu 2014.

“Kalau MK menafsirkan pasal 6A bahwa pasangan capres diusung parpol peserta pemilu, dan 22E bahwa pemilu berlangsung satu kali dalam 5 tahun, maka selesai. Tidak perlu ada UU yang mengganti UU Pilpres yang kemarin dibatalkan, cukup penafsiran MK,” ujar dia.

Menurutnya, pemilu serentak yang diwacanakan berlangsung di 2019, juga belum tentu terlaksana kalau Presiden dan DPR tidak mengubah UU tersebut. Sedangkan, dalam permohonnya, pelaksanaan pemilu serentak bisa diselenggarkan kalau MK bisa menafsirkan materi yang diujikan tersebut, sudah diatur dalam konstitusi UUD 1945.

Panitera MK, Kasianur Sidauruk mengatakan, pihaknya masih menunggu perbaikan permohonan dari Yusril. Sesuai ketentuan persidangan Selasa (21/1) kemarin, majelis hakim diberi tenggat waktu hingga 14 hari untuk masa perbaikan.  Nanti setelah diajukan kembali, baru diatur kapan pelakasanan sidang berikutnya.

“Nanti kita lihat lagi jadwal persidangan, kapan bisa kembali dimulai. Pastinya kami juga mempertimbangkan perkara mana yang perlu prioritas,” ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement