Jumat 24 Jan 2014 19:46 WIB

Anis Matta: KH Sahal Mahfudz Memberi Makna Sosial pada Fiqh

KH Sahal Mahfudz
Foto: edi yusuf/republika
KH Sahal Mahfudz

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini kita kehilangan salah satu putra terbaik bangsa. Menurut Presiden PKS, Anis Matta, KH Sahal Mahfudz yang berpulang hari ini memang tokoh nahdliyin, tapi almarhum telah menjadi "milik" bangsa Indonesia.

Sumbangsih terbesar KH Sahal,katanya, adalah mentransformasi pemikiran tentang fiqh yang tidak lagi terbatas berkutat pada masalah halal-haram, tetapi juga menggali makna sosial dari ajaran fiqh."Dalam bahasa Arab, fiqh artinya pemahaman yang mendalam. Orang yang memiliki pemahaman disebut faqih. Dalam hal ini pemahaman yang mendalan tentang ajaran-ajaran Allah yang tertuang menjadi syariah. Nah, KH Sahal mengangkatnya lebih tinggi, dengan memikirkan bagaimana ajaran fiqh dapat menjadi etika sosial," terang Anis.

KH Sahal telah membuat fiqh tidak menyeramkan, bahkan dapat menjadi tuntunan praktis bagi masyarakat awam. "Tentu setiap orang wajib berusaha mencari referensi yang baik ketika ingin memahami masalah agama, tapi juga jangan dibuat rumit. Itu spirit dan sikap Kyai Sahal yang saya tangkap dari pernyataan-pernyataan beliau selama ini," kata Anis yang ketika kanak-kanak mengaji di madrasah NU di Bone, Sulawesi Selatan itu.

Ketika menerima penghargaan gelar doktor honoris causa dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2003, KH Sahal mengatakan bahwa para pengkaji dan pengembang fiqh dituntut memiliki wawasan tentang dimensi etik dan formal legalistik fiqih. Dua dimensi ini harus diletakkan secara proporsional agar pengembangan fiqih benar-benar sejalan dengan fungsinya yakni sebagai pembimbing sekaligus pemberi solusi atas permasalahan kehidupan praktis, baik individu maupun sosial.

Dalam pidatonya, pemimpin Pesantren Maslakul Huda di Pati, Jawa Tengah, tidak setuju menjadikan fiqh sebagai hukum positif nasional. "Fiqh harus dihadirkan sebagai etika sosial. Inilah yang selama ini mendorong saya untuk mengembangkan fiqih yang bernuansa sosial. Jadi, tidak hanya bicara halal-haram yang kental dengan nuansa individual atau upaya untuk menjadikan fiqih sebagai hukum negara," kata almarhum pada waktu itu.

Anis menambahkan bahwa kepergian seorang alim adalah kehilangan bagi umat. "Karena itu kita harus berdoa semoga Allah mengganti kepergian Kyai Sahal dengan kehadiran ulama-ulama muda, khususnya dari kalangan nahdliyin, yang akan melanjutkan perjuangan para ulama pendahulu," kata Anis, kepada ROL, Jumat (24/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement