REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Lima hari pascabencana banjir bandang, Kota Manado masih porak poranda. Jalanan dipenuhi tumpukan sampah kayu dari rumah-rumah warga yang terbawa banjir.
Berdasarkan pantauan Republika di Kelurahan Banjer, Kecamatan Tikala, Manado, sebagian besar jalan masih dipenuhi lumpur tebal. Bahkan, ada daerah yang kedalaman lumpurnya setinggi betis orang dewasa.
Papan penunjuk jalan yang tumbang masih dibiarkan di pinggir jalan. Sementara itu, sebuah alat berat terlihat mulai mengangkut sampah sisa banjir yang didominasi kayu.
Perabotan rumah seperti lemari, kursi, serta kasur yang kotor oleh lumpur berjejer di depan rumah-rumah warga. Perabotan itu adalah harta benda mereka yang masih dapat diselamatkan. Namun, warga belum dapat membersihkan perabotan tersebut karena tidak ada air. Mereka hanya bisa mengeruk lumpur yang masuk ke dalam rumah.
Sebagian warga saat ini masih tinggal di posko pengungsian, seperti di Gereja Masehi Injil di Minahasa dan kantor Wali Kota Manado. Warga yang bertahan di pengungsian adalah mereka yang rumahnya telah hancur diterjang banjir. Sebagian warga lain sudah kembali ke rumah untuk membersihkan tempat tinggal mereka.
Namun sayang, upaya pembersihan kota terhitung lamban. Banyak sampah yang masih dibiarkan teronggok di depan rumah-rumah warga. "Sampah ini harusnya segera diangkut. Kalau tidak bisa terbawa hujan lagi," keluh Unce Rampisela, salah satu warga.
Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) dalam kunjungannya mengatakan, fokus utama relawan PMI saat ini membantu warga membersihkan kota. Jika tidak segera dibersihkan, dia khawatir warga dapat mudah terserang penyakit.
"Hanya dengan gotong royong ini semua bisa selesai. Memang harus segera dibersihkan supaya tidak muncul masalah baru," kata dia usai menengok posko pengungsian.