REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak merasa sebagai pihak yang melulu mengkritik kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagai partai oposisi PDIP menilai kritik terhadap SBY sebagai bentuk pengawasan terhadap pemerintah.
"Sebagai partai di luar pemerintahan SBY maka tugas politik PDIP mengawasi jalannya kekuasaan," kata Wakil Sekretaris Jendral DPP PDIP, Achmad Basarah kepada Republika, Ahad (19/1).
Basarah menyatakan PDIP tidak melulu bersikap sebagai pengkritik. Ini karena menurut Basarah partainya juga acap mendukung kebijakan SBY yang prorakyat. Yang mengherankan, imbuh Basarah, adalah sikap sejumlah partai koalisi pemerintah yang lebih sering mengkritik SBY. "Yang aneh adalah justru banyak parpol pendukung koalisi SBY yang sering mengkritik bahkan berseberangan dengan kebijakan Presiden SBY," katanya.
Dalam sebuah negara demokrasi rakyat memiliki hak mengkritik para pejabat publik. Dalam konteks ini SBY semestinya menyadari bahwa jabatan presiden yang diembannya merupakan jabatan publik yang tidak bisa lepas dari kritik. "Filosofinya sederhana saja, kekuasaan Presiden SBY berasal dari mandat rakyat melalui pemilu, jika rakyat selaku pemberi mandat tidak puas atas kinerja Presiden SBY maka rakyat berhak mengkritik atau mengoreksinya," kata Basarah.
Kritik deras publik maupun partai politik terhadap Presiden juga merupakan konsekuensi dari berkurangnya kewenangan MPR. Basarah menyatakan saat ini MPR sudah tidak lagi meminta pertanggungjawaban Presiden yang tidak menjalankan GBHN. "Maka sebagai gantinya rakyat dapat mengkritik dan mengoreksi presiden secara langsung," ujarnya.
Sebelumnya dalam buku "Selalu Ada Pilihan" SBY curhat dirinya acap mendapat kritikan atas kebijakan-kebijakan yang dia keluarkan. Padahal menurutnya menjalankan tugas presiden tidaklah segampang mengkritik.