Jumat 17 Jan 2014 04:25 WIB

SBY Ditunding Enggan Dukung Toleransi Beragama

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Yudhoyono
Foto: ant
Presiden Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden SBY dinilai enggan mendukung toleransi beragama di Indonesia. Alasannya, belum ada perubahan atas perlindungan serta jaminan kebebasan dalam memeluk kepercayaan selama pemerintahan SBY.

Selama 2013, Setara Institute mencatat 222 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sejumlah permasalahannya menyangkut tudingan menyebarluaskan suatu agama, pelarangan pembangunan tempat ibadah dan penolakan kegiatan keagamaan.

“Presiden SBY bersama Menteri Agama, Suryadharma Ali dan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi merupakan pihak yang mendukung diskriminasi bergama,” kata Wakil Direktur Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, di Cikini, Jakarta, Kamis (16/1).

Menurutnya, intoleransi beragama itu seperti virus. Bila ada potensi konflik yang timbul di satu daerah, maka perlu ada antisipasi di sejumlah lokasi daerah lainnya. Contohnya, kasus Syiah Sampang Madura, menjadi pemicu kelompok tersebut disudutkan di Indonesia.

Bonar menyatakan, laporan kasus penyimpangan terhadap kelompok Syiah di 2012 hanya sebanyak lima perkara. Namun, setelah muncul kembali persoalan tersebut belum lama ini di Jatim, laporan tahun ini melonjak hingga 23 perkara.

“Kalau pemimpinnya seperti ini, ketegangan yang mengatasnamakan agama, akan bertambah di 2014 nanti,” katanya.

Peneliti Setara Institute, Halili menambahkan, Presiden SBY dinilai menyerahkan urusan agama ke pemerintah daerah setempat. Padahal, jelas dalam UU No.32 Tahun 2004, desentralisasi tidak mengatur kewenangan tersebut.

Halili berkata, dari 222 kasus yang masuk, Jawa Barat menjadi provinsi dengan pelanggaran tertinggi dibanding wilayah lainnya. Setara Institute mencatat 80 kasus terkait kebebasan beragama, kemudian diikuti Jawa Timur 29 kasus dan DKI Jakarta 20 kasus.

Berdasarkan laporan tersebut, pelaku pelanggaran tersebut didominasi oleh warga yang diduga berasal dari ormas agama tertentu yakni 65 kasus, kemudian diikuti FPI 16 kasus dan MUI 14 kasus. Sedangkan untuk institusi, kepolisian menjadi aktor utama yakni 35 kasus, lalu Satpol PP 18 kasus dan TNI 10 kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement