REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) menegaskan bahwa peredaran minuman keras (miras) oplosan atau cukrik harus dihentikan yaitu disahkannya Peraturan Daerah (Perda) mengenai miras.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Fuad Mahsuni mengatakan, miras merupakan minuman haram yang tidak diperbolehkan dalam agama apapun. Jika peminumnya sudah menenggak miras, apalagi cukrik maka nyawa menjadi taruhannya.
Karena itu, kata Fuad, tidak boleh ada toleransi peredaran miras, termasuk cukrik. “Peredaran miras harus dimusnahkan sampai akar-akarnya, seperti pabriknya. Jika miras dibiarkan beredar, kasus cukrik maut di tiga wilayah Jatim yaitu Mojokerto, Surabaya, dan Pasuruan bisa terjadi di daerah lainnya,” katanya kepada Republika, Ahad (12/1) petang.
Di satu sisi, DPRD Jatim mengapresiasi sudah ada beberapa kepala daerah seperti wali kota atau bupati yang menerbitkan peraturan wali kota (perwali) atau peraturan bupati (perbup) mengenai miras. Bahkan aparat kepolisian juga dinilainya telah melakukan upaya yang baik untuk terus merazia miras.
Namun itu semua dinilai tidak cukup Perlu ada aturan tegas untuk mencabut peredaran miras yaitu perda. "Perda mengenai miras harus ada untuk mempertegas atau sebagai dasar tindakan aparat hukum,” ujarnya.
Perda miras dinilainya juga urgen karena masalah ini sudah menyangkut keselamatan masyarakat dan mencegah supaya tidak menimbulkan korban lebih banyak. Untuk itu, DPRD Jatim kini sedang dalam proses pembuatan Perda miras.
Namun, kata Fuad, Perda miras tidak bisa sesegera mungkin disahkan karena beberapa faktor. Faktor-faktor itu diantaranya DPRD Jatim harus mencari sumber akurat, mendengar pendapat masyarakat, maupun menunggu pendapat dari pemerintah pusat yaitu kementerian terkait. “Saat ini kami juga bekerja sama dengan ahli seperti tenaga kesehatan untuk merumuskan perda miras,” katanya.