Jumat 10 Jan 2014 22:36 WIB

Soal Anas, Pakar Hukum: Ini Sebetulnya Permainan Kata

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
  Mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengenakan rompi tahanan, memberikan keterangan pers usai diperiksa selama lima jam di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).   (Republika/Wihdan Hidayat)
Mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengenakan rompi tahanan, memberikan keterangan pers usai diperiksa selama lima jam di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanggilan Anas Urbaningrum untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan perbedaan pandangan. KPK dan penasihat hukum mempunyai argumen terkait pemanggilan itu.

"Ini sebetulnya permainan kata, isu opini," kata pakar hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf, saat dihubungi Republika, Jumat (10/1). 

Ia mengatakan, KPK mempunyai dasar untuk memeriksa Anas sebagai tersangka. Di sisi lain, penasihat hukum juga mempunyai dasar dalam KUHAP untuk mempertanyakan langkah KPK. Penasihat hukum mempersoalkan ketidakjelasan surat pemanggilan Anas.

Dalam surat itu, Anas diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek di Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya. Kata 'proyek lain' itu yang menjadi persoalan. "Dia bikin panggilan tidak jelas apa mau dipanggil," ujar dia.

Carel merujuk pada pasal 112 angka 1 KUHAP. Pasal itu berisikan, "Penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya surat panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut."

Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK mengacu pada pasal 51 huruf a KUHAP. Yaitu, "Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai." Bambang mengatakan, tersangka bisa meminta penjelasan kepada penyidik saat dimulai pemeriksaan. "Itu pasti dijelaskan," ujar dia.

Menurut Asep, KPK mempunyai dasar untuk memanggil dan memeriksa Anas sebagai tersangka. Mengenai 'proyek lain' itu, ia mengatakan, pihak Anas bisa meminta penjelasannya ketika dalam proses pemeriksaan. Namun, penasihat hukum Anas juga membutuhkan kejelasan untuk bisa melakukan pembelaan. "Ini jadi soal tafsir orang akan regulasi," kata dia.

Asep mengatakan, adanya dua pandangan berbeda itu menjadi perang persepsi tersendiri. Jumat ini, Anas memenuhi panggilan KPK. Namun, ia tidak didampingi penasihat hukum.

Selepas proses itu, penyidik memutuskan untuk melakukan upaya penahanan terhadap Anas. Menurut Asep, itu langkah yang sah. "Sah. Pendampingan itu hak terdakwa, bukan kewajiban hukum terdakwa," ujar dia.

Menurut Asep, perdebatan yang terjadi dalam kasus ini bisa menjadi pelajaran ke depan. Ia mengatakan, KPK juga perlu memberikan kejelasan bagi tersangka untuk memberikan kepastian hukum.

Itu juga menjadi informasi bagi penasihat hukum dalam memberikan pembelaan. "Perlu dijelaskan dalam hal apa orang itu dipanggil," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement