Ahad 05 Jan 2014 18:38 WIB

Pengamat: Elpiji 12 Kg Naik, Rawan Pengoplosan

Pekerja mengangkut tabung 12 kilogram berisi liquefied petroleum gas (LPG atau elpiji).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pekerja mengangkut tabung 12 kilogram berisi liquefied petroleum gas (LPG atau elpiji).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Penaikan harga gas elpiji tabung kemasan 12 kilogram (kg) oleh PT Pertamina (Persero) akan menyebabkan pergeseran penggunaan elpiji 12 Kg ke elpiji 3 Kg. Dengan disparitas harga tersebut dinilai akan menyebabkan maraknya praktek penyimpangan atau pengoplosan elpiji 3 Kg ke 12 Kg.

"Selain banyaknya praktek 'moral hazard' seperti pengoplosan dan lainnya karena adanya perbedaan harga gas, kenaikan harga ini akan menjadi faktor pendorong bagi naiknya harga - harga produk pangan dan bertambahnya beban ekonomi masyarakat," kata Pengamat Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Dahnil Anzhar di Serang, Ahad (5/1).

Ia mengatakan, kebijakan penaikan harga elpiji 12 Kg oleh Pertamina tersebut irasional ditengah penurunan harga gas dunia. Selain itu, penaikan elpiji 12 Kg karena alasan pertamina mengalami kerugian lebih dari Rp 20 triliun, merupakan alasan yang tidak tepat dan semena-mena.

"Pertamina selama ini melakukan monopoli, namun ketika mengalami kerugian mereka justru membebankan kerugian terhadap masyarakat. Saya kira sangat tidak fair," kata Dahnil.

Menurut Dahnil, yang paling terkena dampaknya terhadap daya beli adalah asti rumah tangga, dan industri pangan. Namun demikian, kata dia, kemungkinan penaikan harga elpiji tersebut tidak akan berlanjut berkenaan waktu yang sangat tidak tepat secara ekonomi juga politik jelang pemilu April 2014.

"Kebijakan ini mengorbankan daya beli masyarakat dan berisiko secara politik," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement