REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Anas Urbaningrum, Firman Wijaya mengatakan kesaksian Manajer Pemasaran PT Adhi Karya Arief Taufiqurrahman terkait kliennya menerima uang senilai Rp 2,21 miliar dari PT Adhi Karya sebagai tudingan tak mendasar.
"Tidak terkonfirmasi jelas konkret kepada Mas Anas. Menurut saya inilah yang justru jadi pertanyaan kita kalau dasar pembuktian di kasus ini tinggi. Buat apalagi mas Anas dimintai keterangan," kata Firman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/1).
Arief bersaksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON) Hambalang, Bogor untuk terdakwa Deddy Kusdinar. Ia mengakui, PT Adhi Karta pernah menggelontorkan uang Rp 2,21 miliar kepada Anas.
Arief awalnya sempat mengaku lupa. Namun, setelah diperlihatkan barang bukti berupa bon perusahaannya, ia pun akhirnya membenarkan hal tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Firman menilai perlu adanya konfirmasi. Karena bon itu hanya konteks perdata kepada pihak siapa yang dimaksud. Sehingga pembuktian harus menunjukkan ada tandatangan Anas di bon tersebut.
"Itu makanya harus dikonfirmasi. Toh faktanya belum jelas ada. Ya sama saja seperti dulu bilang ada perjanjian kan. Tapi dalam konteks hukum pidana tidak ada. Bukan atas nama kan," ujar Firman.
Firman menyimpulkan, pernyataan tersebut merupakan pembuktian yang kosong terhadap Anas Urbaningrum.
"Makanya saya bilang harus ada pembuktian langsung. Ini zero evidence (pembuktian kosong). Mana pembuktiannya. Kalau Anas dituduh menerima sesuatu apalagi dikaitkan dengan kongres (Partai Demokrat pada 2010), belum jelas semua. Menurut saya ini error in judgement," kata Firman.
Anas ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Mantan ketua umum Partai Demokrat itu juga diduga menerima mobil Toyota Harrier yang terkait dengan kasus dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan kasus Hambalang.
Dari dakwaan terdakwa Deddy Kusdinar, disebutkan Anas mendapatkan Rp 2,21 miliar yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010 dan diduga digunakan untuk pemenangan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung.