REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menyiapkan sejumlah langkah untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram oleh PT Pertamina.
"Tentunya, kami akan melakukan monitoring terhadap penjualan elpiji. Apabila ada kelangkaan disuatu tempat maka akan dilakukan penyelidikan terhadap penyebabnya kenapa," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Martinus Sitompul, di Bandung, Kamis (2/1).
Ia mengatakan, kalau nantinya ditemukan adanya penyimpangan seperti penyuntikan atau penimbunan gas elpiji maka pihaknya akan menindak tegas pelakunya. "Jika memang ada dugaan penimbunan maka kepada pelakunya akan kita akan lakukan penegakan hukum sesuai undang-undang yang berlaku. Dalam hal ini adalah undang-undang minyak dan gas atau migas," katanya.
Menurut dia, dari sejumlah kasus yang ada, para oknum yang melakukan tindakan curang terhadap tabung has elpiji ialah seperti penyuntikan gas elpiji, akan dijerat dengan berbagai undang-undang. "Mereka bisa dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen, lalu Undang-undang Migas dan Undang-undang Metrologi Legal," katanya.
Sementara itu, Dinas Perindustian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat telah mengirimkan surat kepada Sekda Jabar, surat tersebut berisi agar Pemerintah Kabupaten/Kota diminta untuk lebih mengaktifkan pemantauan dan pengawasan terhadap distribusi gas elpiji ukuran tiga kilogram.
"Dan kami akan mengajukan siang ini ke Pak Sekda Jabar agar mengirimkan surat kepada kabupaten/kota untuk mengaktifkan pemantauan, termasuk kita akan tembuskan ke Polda Jabar dan PT Pertaminanya sendiri," kata Kepala Disperindag Jawa Barat Ferry Sofwan Arif.
Permintaan tersebut, kata Ferry, dilakukan terkait kebijakan PT Pertamina yang menaikkan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram dari Rp 72 ribu menjadi Rp 117.708 sehingga pengawasan dan pemantauan tersebut perlu dilakukan agar tak terjadi polemik di masyarakat.