REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa penerapan Kurikulum 2013 merupakan momentum untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu lainnya.
"Kini sudah saatnya para tenaga pendidik atau pun guru mengerahkan perhatian untuk mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu lainnya," katanya saat memberi pembekalan dan sekaligus mengukuhkan pengawas dan kelompok kerja (Pokjawas) Pendidikan Agama dan Madrasah Provinsi Jawa Barat, di Bogor, Senin.
Dalam kesempatan itu, tampak hadir Kanwil Kemenag Jabar Saeroji, para anggota DPR seperti Ratih Sanggarwati, Reni Marlinawati, Wardatul Asriyah, tokoh pemuda Joko Purwanto dan pemerhati perempuan Dia Anita Prihapsari.
"Pendidikan jangan dipandang terkotak-kotak agar ke depan tidak ada lagi dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain, tetapi saling melengkapi. Para guru agama sudah saatnya dapat mengimplementasikannya dengan rencana penerapan Kurikulum 2013," katanya.
Menurut dia, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. "Ilmu agama yang dipelajari pun harus didukung dengan ilmu lainnya sehingga satu sama lain saling melengkapi dan akan bermakna bagi kehidupan dan peradaban manusia ke depan," katanya.
Selama ini, di berbagai lembaga pendidikan Islam banyak diajari ilmu seperti fikih, hadits, tasawuf dan lainnya. Ilmu keagamaan itu tak akan berkembang dan akan makin sulit dipahami anak-anak ke depan jika saja tak ditunjang dengan ilmu lainnya untuk memahami alam semesta ciptaaan Allah.
"Bukankah esensi ilmu adalah semata ciptakan Allah semata," kata Suryadharma Ali di hadapan sekitar 2000 para tenaga pengajar.
Menteri Agama juga menjelaskan tentang kemajuan yang dicapai para anak didik dari lembaga pendidikan Islam. Sekarang ini, anak-anak lulusan madrasah dan kuliah di perguruan tinggi negeri justru menduduki peringkat terbaik.
"Saya baru ketemu Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), tadi siang. Banyak anak-anak asal madrasah, prestasinya luar biasa. Lulus dengan angka terbaik," cerita Suryadharma Ali di atas podium, dan menambahkan; "Selain itu, hafal Al Quran pula."
Kualitas pendidikan
Pada kesempatan itu, Menag juga mengingatkan tentang delapan standar nasional pendidikan sebagai acuan standar mutu. Standar itu dimaksudkan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
Kedelapan standar adalah standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar sarana prasarana, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.
"Saya berpendapat, dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, standar pendidikan dan tenaga kependidikan merupakan prioritas nomor wahid untuk dipenuhi," katanya.
Lebih baik siswa belajar di tepi danau dengan diajar guru kompeten dan profesional ketimbang siswa belajar di dalam ruang ber-AC, punya ruang kelas baik dan mewah, tapi diajar guru lemah dan tidak profesional.
"Jadi, sarana baik dan mewah tidak akan membawa dampak tanpa kehadiran guru profesional," katanya.
Namun ia mengingatkan, Kementerian Agama yang juga sebagai pengelola anggaran terbesar dalam bidang pendidikan Islam harus memperhatikan sarana dan prasarana sekolah. Jika ada bangunan rusak, kepala kantor agama setempat harus bertanggung jawab, termasuk Pemda setempat harus memberi dukungan.
Para guru pun harus memiliki tanggung jawab besar. Jika ada bangunan sekolah rusak, selekasnya melapor untuk segera diperbaiki agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar, pinta Suryadharma Ali.
"Jangan sampai anak terus menerus bersekolah sepatu ditenteng menyeberang sungai dengan jembatan rusak dan membahayakan. Kondisi geografis yang menyulitkan anak sekolah pun harus dilaporkan," pintanya lagi.
Terkait meningkatnya kesejahteraan guru yang berdasarkan penelitian, ternyata tidak ada korelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan, padahal sertifikasi guru merupakan pengakuan atas profesionalitas guru sesuai dengan UU No.14/2005 pasal 8, guru wajib memiliki sertifikat pendidikan. Untuk itu Menteri Agama mengajak para guru ke depan memberi perhatian terhadap anak didik.
"Kalau sebelum sejahtera giat membuat perencanaan untuk mengajar, setelah sejahtera lebih sibuk mengurus cuci mobil, jadi perhatian kepada anak didik berkurang. Realitas itu sudah harus ditinggalkan, karena pendidikan menjadi tanggung jawab bersama dan dipertanggungjawabkan di akhirat," kata Suryadharma Ali.