REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memprediksi isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) akan mewarnai tahun 2014 sehingga mengganggu keamanan. "Ini akan menjadi perhatian serius pemerintah. Potensi mobilisasi massa ada. Makanya kita hindari, salah satunya dengan menegakkan aturan berlaku," kata Sesmenko Polhukam, Langgeng Sulistiyono, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (30/12).
Kemenko Polhukam mencatat angka gangguan keamanan pada tahun 2013 menurun dibanding tahun sebelumnya. Tercatat gangguan keamanan pada tahun 2012 sebanyak 358.635 kasus, dengan perincian (335.625 kasus), Transnational crime (17,940 kasus), kejahatan terhadap kekayaan negara (4.375 kasus), kejahatan berimplikasi kontijensi/konflik (695 kasus).
Sementara pada tahun 2013, jumlah gangguan keamanan sebanyak 259.916 kasus, terdiri atas kejahatan konvensional (241.1338 kasus), transnational crime (15.129 kasus), kejahatan terhadap kekayaan negara (3.397 kasus), serta yang berimplikasi kontijensi/konflik (252 kasus).
Menurut dia, turunnya gangguan keamanan tak lepas dari efektifnya implementasi Instruksi Presiden (Inpres) No.2/2013 Tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri yang kemudian dijabarkan oleh terbitnya Kep Menkopolhukam No 27 Tahun 2013 tentang pembentukan desk PGKDN Tahun 2013. Desk tersebut terbagi menjad 4 sub yaitu sub desk lahan/SDA, SARA, politik dan batas wilayah serta sub desk industrial.
Dalam menangani konflik selain melakukan langkah penghentian secara cepat, tepat dan proporsional, tim terpadu juga melakukan pengungkapan akar masalah tanpa tindakan represif serta sistem pengendalian dengan menyusun rencana aksi selama setahun, termasuk memulihkan pascakonflik.
"Penyelesaian dilakukan dengan pengungkapan akar dan pemulihan paskakonflik. Setelah hampir satu tahun, Inpres No.2/2013 itu mampu turunkan konflik. Presiden setuju agar inpres dilanjutkan 2014. Sehingga berharap tidak jatuh korban," paparnya. Langgeng mengatakan konflik terbesar terkait masalah lahan dengan jumlah 23 kasus, sementara terkait masalah SARA terjadi sebanyak 5 kali konflik.