REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Utara (Sulut) menyesalkan tidak tertatanya anggaran untuk biaya operasional alat pemantau isi siaran pada pagu 2014.
"Padahal biaya tersebut sangat kami perlukan untuk membiayai tenaga profesional pelaksana operasional untuk memantau isi siaran," kata Komisioner KPID Sulut, Meiyer Tanod, di Manado Sabtu (28/12).
Meiyer mengatakan, biaya tersebut diperlukan bukan hanya untuk membayar para tenaga profesional saja. Tetapi juga untuk pemeliharaan alat yang merupakan bantuan dari KPI pusat.
Sayangnya, kata Meiyer, justru anggaran tersebut tidak diakomodasi tim anggaran pemerintah provinsi saat diusulkan masuk dalam APBD 2014 bersama DPRD Sulut. Padahal sudah dijelaskan tentang kepentingannya.
"Kami sangat menyesalkan hal itu, sebab alat pemantau bantuan pusat tersebut sudah beroperasi sejak September 2013," katanya.
Ia mengatakan, berdasarkan ketentuan seharusnya pemerintah daerah wajib membiayai operasional alat tersebut. Sebab sangat dibutuhkan untuk kepentingan daerah. Apalagi KPI pusat mengeluarkan anggaran sekitar Rp 1 miliar untuk pengadaannya.
Meiyer menjelaskan, sebenarnya alat tersebut sudah diusulkan pengadaannya beberapa kali dalam APBD provinsi. Tetapi selalu ditolak oleh tim anggaran pemerintah provinsi sehingga akhirnya diberikan dari pusat. Itu pun hanya untuk 15 provinsi.
"Namun saat sudah di Manado dan tinggal dioperasikan, pemerintah provinsi malah enggan membantu. Kami sangat menyesalkan hal tersebut apalagi ini kan menjelang pemilu," katanya.
Alat tersebut akan sangat diperlukan untuk mendukung terlaksananya pemilu yang jujur dan adil. Termasuk jika ada sengketa pemilu yang memerlukan bukti penyiaran.
Ia khawatir, karena tidak ada biaya tersebut maka akan menyebabkan alat ditarik dan diserahkan ke daerah lain yang dianggap lebih siap dan membutuhkan alat pemantau lembaga penyiaran seperti radio dan televisi.