Jumat 27 Dec 2013 21:43 WIB

Alasan KPK Minta Atut Dinonaktifkan

Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah seusai menjalani panggilan pemeriksaan ,di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah seusai menjalani panggilan pemeriksaan ,di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengirimkan surat rekomendasi pemberhentian sementara Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Ini menyusul statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah Lebak Banten di Mahkamah Konstitusi dan sudah mendekam di rumah tahanan KPK cabang Pondok Bambu, Jakarta Timur.

"Standar yang dilakukan KPK apabila seorang tersangka dan ditahan kemudian KPK akan membuat surat untuk dilakukan pemberhentian sementara. Standarnya itu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12). 

Namun Bambang belum bisa memastikan apakah surat tersebut sudah dibuat karena yang menandatangani surat tersebut adalah Ketua KPK Abraham Samad.

"Saya belum cek apa sudah dibuat, ditandatangani, dan sudah dikirim belum. Karena yang tandatangan kan ketua. Standarnya seperti itu," ujar Bambang.

Rekomendasi pemberhentian sementara Atut sebagai gubernur karena seseorang yang telah ditahan sudah tidak efektif dalam menjalankan fungsi pemerintahan.

"Seseorang yang ditahan pasti dia tidak efektif. Alasan kedua, ketika dia tidak efektif menjalankan pemerintahan maka negara akan diirugikan karena negara harus membayar dia. Sementara dia tidak memberikan kontribusi," jelas Bambang.

Selain itu, lanjut Bambang, ada potensi Atut bisa menggunakan orang-orangnya untuk mengalihkan barang bukti. "Dia juga bisa mengarahkan dan mengatur orang-orang itu untuk tidak menjadi saksi," tambah Bambang.

"Ketika kemudian dia sudah diberhentikan maka kemudian akan lebih mudah prosesnya (penyidikan). Jadi ini untuk memudahkan supaya kualitas penyidikan bisa lebih mudah," tegas Bambang.

Ia juga mengatakan bahwa apabila seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK maka hampir semua tersangka akan menjadi terdakwa.

"Makanya saya menggunakan istilah quasi. KPK mendorong supaya pemerintahan ini tegas dalam mengambil posisi dan sikap. Kedua yang penting adalah kita punya pengalaman karena orang yang menjadi tersangka itu masih mempunyai kewenangan hak-haknya itu. Kalau itu yang terjadi bahaya bagi proses penegakan hukum," tutur Bambang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement