Kamis 26 Dec 2013 17:27 WIB

Penyertaan Modal BUMD Sleman Tak Terserap

Rep: Nur Aini/ Red: Djibril Muhammad
PDAM
PDAM

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tidak selesainya peraturan daerah (perda) yang menjadi program legislasi daerah (prolegda) 2013 berdampak pada penyerapan APBD Kabupaten Sleman.

Penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sleman sebesar Rp92 miliar tidak terserap padahal sudah dianggarkan pada APBD-Perubahan 2013.

Hingga akhir 2013, DPRD Kabupaten Sleman baru bisa menyelesaikan 17 perda dari 26 prolegda. Meski sudah dinotakan, DPRD Sleman belum menetapkan enam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).

Beberapa di antara raperda tersebut berasal dari eksekutif yakni tentang penyertaan modal pemerintah daerah, penyertaan modal pada PT BPD DIY, perubahan perda No 2 Tahun 2008 tentang Bank Sleman, dan tata cara kerja sama daerah.

Wakil Ketua DPRD Sleman, Rohman Agus Sukamto mengatakan semula penetapan raperda penyertaan modal akan dilakukan pada awal pekan ini. Namun, bupati dan wakil bupati Sleman absen sehingga jadwal penetapan diundur.

"Sampai akhir tahun nampaknya penetapan belum terealisasi," ujarnya dihubungi Kamis (26/12).

Penyertaan modal pemerintah daerah telah dialokasikan di APBD-P 2013 dengan nilai sekitar Rp92 miliar. Anggaran itu dialokasikan untuk penyertaan modal ke PDAM sebesar Rp2 miliar, Bank Sleman Rp2 miliar dan BPD DIY sebesar Rp87,4 miliar.

Alokasi anggaran dalam APBD-P kemudian ditindaklanjuti perda untuk menentukan jangka waktu penyertaan modal.

Penetapan raperda penyertaan modal juga terhambat dengan masih adanya perdebatan di tingkat fraksi mengenai penyertaan modal di BPD DIY. Menurut Rohman, ada sejumlah fraksi yang mengusulkan penyertaan modal ke BPD DIY hanya berkisar sekitar Rp12,5-20 miliar.

Lantaran raperda belum ditetapkan, anggaran dari APBD-P belum dapat diserap. Hasilnya, sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) 2013 akan tinggi. "Penyertaan modal sudah disepakati dalam APBD perubahan tetapi rancangan perda dilakukan dalam waktu sempit," kata Rohman mengungkapkan.

Waktu pembahasan raperda penyertaan modal pada BPD DIY dinilai Rohman kurang. Pembahasan naskah akademik raperda usulan eksekutif tersebut baru dilakukan pada saat APBD-perubahan dibahas. "Mestinya tidak begitu karena ini menghambat pembahasan raperda," ujarnya.

Rohman mengakui silpa yang cukup tinggi tersebut membuat anggaran tidak sehat. "Silpa tinggi, padahal belanja publik kurang, ini anggarannya tidak sehat," ujarnya.

Akan tetapi, Rohman mengatakan raperda yang belum selesai pada 2013 akan tetap menjadi tanggung jawab dewan pada 2014.

Dikonfirmasi sebelumnya, Kepala Kelompok Kerja Penelitian dan Pengembangan Lembaga Ombudsman Daerah DI. Yogyakarta, Eko Agus Wibisono mengaku ragu prolegda 2013 bisa diselesaikan pada 2014. Hal ini karena pada 2014, waktu anggota legislatif akan tersita dengan pemilu. "Bisa jadi tunggakan prolegda yang masuk pada 2015 akan lebih banyak," ujarnya.

Eko menilai raperda pada 2014 semestinya lebih pro-publik. Menurut dia, raperda pro-publik justru bisa menjadi modal kampanye bagi anggota legislatif incumbent.

"Raperda pro-publik bisa menjadi starting poin yang beda dengan caleg baru, anggota dewan bisa memanfaatkan momentum ini untuk tunjukkan prestasi," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement