Selasa 24 Dec 2013 15:45 WIB

Soal Patrialis, Pemerintah Diminta Tidak Banding

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Patrialis AKbar
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Patrialis AKbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi meminta pemerintah untuk tidak melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan pengadilan itu antara lain membatalkan kepres terkait pengangkatan Patrialis Akbar.

Dalam amar putusan, hakim membatalkan Kepres Nomor 87/P/2013 dan memerintahkan presiden sebagai tergugat untuk mencabut kepres tersebut.

Atas putusan itu, koalisi masyarakat meminta pemerintah untuk mematuhinya. "Sebaiknya pemerintah tidak perlu melakukan banding," kata Bahrain, perwakilan koalisi masyarakat di Jakarta, Selasa (24/12).

Dengan keluarnya putusan itu, Bahrain menilai, ada kekeliruan dalam proses pengangkatan hakim konstitusi. Karena pengangkatan dianggap bertentangan dengan pasal 19 UU 8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal itu mensyaratkan pemilihan yang transparan dan partisipatif. "Kita meminta presiden untuk mengambil sikap kalau memang semangatnya membenahi MK," ujar dia.

Menurut Bahrain, adanya kekeliruan dalam proses pengangkatan itu sudah terindikasi dengan keluarnya Perppu Nomor 1/2013. Karena presiden yang mengeluarkan perppu maka sebaiknya pemerintah tidak perlu mengajukan banding atas putusan PTUN. "Karena tindakan tersebut dapat dinilai kontradiktif atau bertentangan dengan semangat Perppu," ujar dia.

Putusan PTUN tidak hanya berimplikasi kepada Patrialis, tetapi juga Maria Farida Indrati. Dalam kepres itu pertama berisikan pemberhentian Maria dan Achmad Sodiki dari jabatan hakim konstitusi. Kedua, isinya mengenai pengangkatan Maria dan Patrialis sebagai hakim konstitusi.

Dalam amar putusan PTUN, hakim mewajibkan presiden untuk menerbitkan keputusan tata usaha negara yang baru berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Bahrain mengatakan, koalisi masyarakat juga meminta Komisi Yudisial (KY) untuk segera membentuk panel ahli untuk menyeleksi hakim konstitusi. Ketentuan itu sesuai dengan isi perppu yang telah disetujui DPR menjadi undang-undang. Yaitu, calon hakim konstitusi harus menjalani uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan Panel Ahli.

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi merupakan gabungan dari beberapa lembaga atau organisasi. Antara lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesiaa (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menjadi legal standing gugatan di PTUN. Pada Senin (23/12), majelis hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan seluruhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement