Senin 23 Dec 2013 03:44 WIB

Di Hari Ibu, Muhaimin Ajak Perusahaan Hormati Hak Perempuan

Menakertrans Muhaimin Iskandar menyempatkan diri untuk mengunjungi salon kecantikan milik Mantan TKI Arab Saudi, Cilacap, Kamis (12/12)
Foto: Kemnakertrans
Menakertrans Muhaimin Iskandar menyempatkan diri untuk mengunjungi salon kecantikan milik Mantan TKI Arab Saudi, Cilacap, Kamis (12/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar meminta peringatan Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja perempuan Indonesia yang bekerja di dalam maupun luar negeri.

Muhaimin meminta semua pihak agar benar-benar memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak-hak khusus pekerja perempuan dan tidak memberlakukan tindakan diskriminatif terhadap pekerja perempuan.

"Peringatan hari Ibu ini harus dijadikan momentum bagi peningkatan perlindungan bagi pekerja perempuan Indonesia, Kata Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam keterangan pers di Jakarta pada Minggu (22/12). Hal tersebut diungkapkan Muhaimin dalam wisuda Hafidz ke-25 dan Binnadhar ke-23, Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur pada Minggu (22/12).

Muhaimin mengatakan pemerintah terus mendorong diterapkannya upaya-upaya perlindungan khusus kepada perempuan sebagai bagian dari kaum ibu. Status perempuan sebagai pekerja tidak boleh menghambat kodrat perempuan sebagai ibu yang dapat hamil, melahirkan, menyusui dan membesarkan anaknya.

“Salah satu hak dasar di tempat kerja ialah untuk diperlakukan sama dan tidak diskriminatif. Kesetaraan perlakuan di tempat kerja itu penting untuk mengembangkan hubungan industrial yang adil dan harmonis,” kata Muhaimin.

Untuk mendukung pemenuhan hak-hak pekerja perempuan Muhaimin mendesak kepada para Kepala Dinas yang membidangi ketenagakerjaan di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota untuk dapat menggerakkan pihak Perusahaan agar menerapkan perlindungan bagi buruh perempuan.

"Upaya perlindungan khusus kepada pekerja perempuan diperlukan sebagai salah satu bentuk untuk mewujudkan kesetaraan gender. Upaya perlindungan ini tentunya  diberikan dengan mempertimbangkan kekhususan yang dimiliki kaum perempuan," kata Muhaimin.

Oleh karena itu, kata Muhaimin, perusahaan-perusahaan wajib memperhatikan berbagai keistimewaan yang khas yang menjadi hak dasar Pekerja perempuan. Mereka memiliki hak khusus seperti hak cuti hamil, hak cuti melahirkan, hak cuti tertentu sebagai kodrat perempuan, kata Muhaimin.

Muhaimin mengakui, masih terjadi kendala dalam penerapan aturan di lapangan. Misalnya saja  Gaji yang tidak dibayarkan penuh pada saat cuti melahirkan, bahkan kejadian pemutusan hubungan kerja bagi perempuan yang menikah atau hamil menggambarkan kurangnya perhatian pihak perusahaan terhadap hak-hak perempuan.

Selain itu, adanya perlakuan diskriminasi dalam pemberian upah, tunjangan keluarga dan jaminan sosial, kurangnya kesempatan mengikuti pelatihan serta promosi jabatan pada kaum perempuan.

Bahkan para srikandi yaitu TKI yang berjuang di sektor domestik di luar negeri menjadi perhatian khusus Pemerintah. Pelanggaran hak azasi manusia yang kerap kali menimpa mereka menjadi fokus pembenahan kebijakan Pemerintah di berbagai bidang, baik dari sisi ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan dan hukum.

Muhaimin mengatakan tindakan diskriminasi dalam perbedaan gender di lingkungan kerja harus dihentikan. “Dalam hubungan kerja, tidak boleh  ada perlakuan diskriminasi terhadap pekerja perempuan terutama dalam pemberian upah, tunjangan  keluarga dan jaminan sosial,  kesempatan mengikuti pelatihan serta promosi jabatan. Pemenuhan hak tersebut tidak boleh berlaku diskriminatif," kata Muhaimin.

Perlakukan kerja tanpa unsur diskriminasi merupakan hak dasar pekerja tanpa peduli jenis kelamin, agama, maupun kesehatan fisiknya. Hal itu diatur dalam Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 100 dan No. 111 mengenai kesetaraan pengupahan untuk pekerjaan yang sama nilainya serta anti diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.

Kedua konvensi tersebut menjadi jaminan bagi pekerja untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Keadilan itu harus dilaksanakan tanpa pengecualian atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik dan kebangsaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement