REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemendagri melihat banyak masalah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat. Karenanya, kementerian mengusulkan mekanisme pemilihan berdasarkan DPRD dalam RUU Pilkada.
Staf Ahli Mendagri Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga Reydonnyzar Moenek antara lain menyoroti masalah biaya yang bisa sampai triliunan. Berdasarkan data yang dihimpun Kemendagri, persentase penyelenggaran pilkada berkisar antara 0,5 persen hingga 5 persen dari total jumlah APBD.
"Bayangkan kalau itu digunakan untuk membangun infrastruktur, kesehatan, pendidikan. Ini untuk pilih satu orang," kata dia di Jakarta, Kamis (19/12).
Ia juga menyoroti peningkatan ekskalasi konflik karena pilkada langsung. Catatan dari 2005 hingga Agustus 2013, menurut dia, menunjukkan 75 korban jiwa dan 256 terluka. Belum termasuk perusakan infrastruktur. "Menimbulkan kerawanan konflik horizontal," ujar dia.
Pilkada langsung juga dianggap dapat menyebabkan disharmoni antara kepala daerah dan wakilnya. Sejak 2010, hanya 40 pasangan yang kemudian maju kembali bersama untuk pemilihan berikutnya.
Atau kurang lebih tujuh persen. Karena, ada yang kepala daerah atau wakil incumbent yang maju sendiri pada pemilihan berikutnya. "Mau bagaimana nanti birokrasinya," kata dia.