Senin 16 Dec 2013 20:36 WIB

Anggota DPR: Radikalisme Teroris Belum Mampu Diredam

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Dewi Mardiani
  Aparat Kepolisian memperbaiki kerusakaan di rumah lokasi penangkapan teroris di Cigondewah Hilir, Marga Asih, Kabupaten Bandung, Kamis (9/5).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aparat Kepolisian memperbaiki kerusakaan di rumah lokasi penangkapan teroris di Cigondewah Hilir, Marga Asih, Kabupaten Bandung, Kamis (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deradikalisasi yang ditujukan kepada teroris disinyalir belum efektif. Masih banyak teroris yang kini mendekam di penjara tetap dalam paham mereka, tegaknya Islam dapat dicapai dengan jihad bukan sekadar dakwah.

DPR pun mencium gelagat radikalisme teroris yang masih belum mampu diredam oleh pihak yang berwenang ini. Anggota Komisi III DPR, Achmad Yani, mengatakan seharusnya masalah deradikalisasi tidak hanya dipandang sebagai proyek semata, namun harus dengan asas ingin menobatkan anak bangsa.

"Harus menyeluruh, misalnya dengan selalu dampingi para napi teroris dengan ulama dan tokoh masyarakat agar ideologinya berubah," ujar dia di Ruang Rapat Komisi III DPR, Jakarta Senin (16/12).

Yani juga mengatakan, pola kerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri ikut memengaruhi keras kepalanya para teroris untuk tetap berpikir radikal.

Dendam dari para mujahidin salah kaprah ini atas cara Densus 88 dalam aksinya memberantas terorisme terus membara meski kini mereka berada di balik penjara. Selain itu, Yani juga menyoroti pernyataan yang selalu menyebut bahwa terorisme tumbuh di pusat-pusat pendidikan agama islam. Stigma seperti, kata dia, justru membangkitkan kebencian kaum muslim radikal kepada negara.

"Intinya semua ini harus diubah, dari memerangi teroris menjadi mencegah dan memberantas terorisme," ujarnya. Yani menambahkan, selama ini dengan label 'perangi terorisme' seakan membuat segala cara dilakukan agar dapat meredamnya. Sehingga, terkadang cara-cara brutal juga dikedepankan yang membuat radikalisme teroris semakin menguat.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan, radikalisme tetap tumbuh karena sel terorisme di Indonesia masih hidup. Untuk itu, cara agar pikiran radikal ini dapat ditekan ialah dengan memberantas sel-sel yang masih ada. Tujuannya, agar jaringan-jaringan kecil ini tak memberikan pengaruh lebih luas terhadap pikiran radikal.

"Mereka masih menyebar dan terorganisir, sehingga pikiran radikal untuk berbuat terorisme tetap tumbuh, ini tentu kami antisipasi," ujar Sutarman di tempat yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement