REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Undang-Undang mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang (UU No 33) dan dana kecelakaan lalu lintas jalan (UU No 34) dinilai perlu direvisi karena sudah tidak relevan.
"Kedua undang-undang sudah tidak relevan karena tahunnya sudah sangat lama yakni 1964, sehingga sangat wajar jika uang santunan dan beberapa pasal perlu direvisi," kata Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang Ngargono di Semarang, Sabtu (14/12).
Ngargono mengatakan dengan terlalu lamanya regulasi tersebut diterbitkan, maka nominal besarnya santunan oleh Jasa Raharja terhadap korban meninggal dunia akibat kecelakaan darat, udara, dan laut harus direvisi dan mengikuti penyesuaian biaya rumah sakit dan lainnya.
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, PT Jasa Raharja memberikan santunan kematian bagi ahli waris korban kecelakaan di darat dan laut sebesar Rp 25 juta, sedangkan kecelakaan di udara sebesar Rp50 juta.
Sementara korban luka dengan cacat tetap akibat kecelakaan di darat dan laut sebesar Rp 25 juta dan kecelakaan udara Rp50 juta.
Ngargono menambahkan selain masalah besarnya premi, LP2K Semarang juga berharap kecelakaan tunggal yang disebabkan karena kondisi jalan yang rusak bisa mendapatkan santunan.
"Selama ini kecelakaan tunggal seperti karena pengemudi mabuk tidak mendapatkan asuransi, sudah benar. Namun seharusnya aturan tidak kaku untuk seluruh kecelakaan tunggal, sehingga pada kasus tertentu diharapkan masih tetap mendapatkan santunan seperti karena jalan rusak," katanya.